Kekeringan
Kekeringan
seringkali terjadi di banyak wilayah di Indonesia terutama pada musim kemarau.
Saat ini sebagian besar
Nusa Tenggara Timur dan Sukabumi, Jawa Barat sedang dilanda kekeringan. Apakah
penyebabnya? Kekeringan dapat disebabkan oleh terjadinya pergeseran daerah aliran sungai atau DAS
utamanya di wilayah hulu. Hal ini membuat lahan beralih fungsi, dari vegetasi
menjadi non-vegetasi. Efek dari perubahan ini adalah sistem resapan air di atan
yang menjadi kacau dan akhirnya menyebabkan kekeringan. Selain itu,
juga karena adanya
kerusakan hidrologis wilayah hulu sehingga waduk dan juga saluran irigasi diisi
oleh sedimen. Hal ini kemudian menjadikan kapasitas dan daya tamping menjadi
drop. Cadangan air yang kurang akan memicu kekeringan parah saat musim kemarau
tiba.
Selain
faktor-faktor di atas, tak dapat dipungkiri bahwa letak geografis Indonesia yang diapit dua benua, dua samudera serta terletak di sepanjang garis khatulistiwa
mempengaruhi. Fakta geografis wilayah
ini membuat Indonesia
rentan terhadap gejala kekeringan sebab iklim yang berlaku di wilayah tropis
memang monsoon yang diketahui
sangat sensitive terhadap perubahan ENSO atau El-Nino Southern Oscilation. ENSO
inilah yang menjadi penyebab utama kekeringan yang muncul apabila suhu di
permukaan laut pasifik equator tepatnya di bagian tengah sampai bagian timur (termasuk
Indonesia) mengalami
peningkatan suhu.
Puting
Beliung
Angin puting
beliung merupakan sebutan lokal untuk tornado berskala kecil yaitu skala F0 – F1 skala Fujita
yang terjadi di Indonesia. Putting beliung memiliki nama yang berbeda di
masing-masing daerah, dan angin ini cukup sering terjadi, biasanya berupa angin yang sangat
kencang berupa pusaran. Kejadian bencana angin puting beliung yang baru-baru
ini terjadi adalah pada tanggal 25 September 2014 kemarin di Kuala Begumis,
Langkat, Sumatera Utara yang mengakibatkan 15 rumah rusak berat dan puluhan
lainnya mengalami kerusakan ringan.
Siklon Tropis
Menurut
klimatologinya, wilayah Indonesia yang terletak di sekitar garis katulistiwa
termasuk wilayah yang tidak dilalui oleh lintasan siklon tropis. Namun demikian,
karena ukurannya yang sangat besar serta angin kencang dan gumpalan awan yang
dimilikinya, siklon tropis menimbulkan dampak yang besar pada daerah di
sekitar tempat-tempat yang dilaluinya terutama
yang terbentuk di sekitar Pasifik Barat Laut, Samudra Hindia Tenggara dan
sekitar Australia akan mempengaruhi pembentukan pola cuaca di Indonesia.
Dampak
langsung yang ditimbulkan oleh siklon tropis terdapat daerah-daerah yang
dilaluinya dapat berupa gelombang tinggi, gelombang badai atau storm surge yang
berupa naiknya tinggi muka laut seperti air pasang tinggi yang datang
tiba-tiba, hujan deras serta angin kencang. Contoh ketika suatu wilayah di
Indonesia mengalami dampak langsung keberadaan siklon tropis adalah ketika
terjadi peristiwa langka yaitu tumbuh siklon tropis Kirrily di atas Kepulauan
Kai, Laut Banda, pada 27 April 2009. Kirrily menyebabkan hujan lebat dan storm
surge di wilayah ini. Tercatat puluhan rumah rusak dan puluhan lainnya
terendam, jalan raya rusak, dan gelombang tinggi terjadi dari 26 hingga 29
April. Curah hujan tercatat per 24 jam yang tercatat adalah di Tual adalah sebanyak
20mm, 92mm dan 193mm, masing-masing untuk tanggal 27, 28 dan 29 April 2009.
Dampak
tidak langsung yang terjadi dapat berupa daerah perumpunan angin. Siklon tropis
yang terbentuk di sekitar perairan sebelah utara maupun sebelah barat Australia
seringkali mengakibatkan terbentuknya daerah pumpunan angin di sekitar Jawa
atau Laut Jawa, NTB, NTT, Laut Banda, Laut Timor, hingga Laut Arafuru. Pumpunan
angin inilah yang mengakibatkan terbentuknya lebih banyak awan-awan konvektif
penyeab hujan lebat di daerah tersebut. Dilihat dari citra satelit, daerah
pumpunan angin terlihat sebagai daerah memanjang yang penuh dengan awan tebal
yang terhubung dengan perawanan siklon tropis, sehingga terlihat seolah-olah
siklon tropis tersebut mempunyai ekor. Itulah sebabnya daerah pumpunan angin
ini seringkali disebut sebagai ekor siklon tropis.
Contoh
kasus ketika Indonesia terkena ekor siklon tropis adalah pada saat terjadi
siklon tropis George (2 Maret 2007) yang mengakibatkan adanya daerah pumpunan
angin yang memanjang dari Jawa TImur hingga ke Nusa Tenggara Timur. Curah hujan
yang tercatat pada saat itu di Ruteng, Waingapu, Rote, Kupang berturut-turut
adalah sebanyak 172 mm, 52 mm, 78 mm, 73 mm. Daerah pumpunan angin yang
terbentuk oleh Siklon George (2007), membentuk ekor siklon yang menambah
intensitas hujan di Jawa Timur hingga NTT.
Selain
itu, ada juga dampak berupa daerah belokan angin. Adanya siklon tropis di
perairan Samudra Hindia Tenggara kadangkala menyebabkan terbentuknya daerah
belokan angin di sekitar Sumatra bagian Selatan atau Jawa bagian Barat. Daerah
belokan angin ini juga dapat mengakibatkan terbentuknya lebih banyak awan-awan
konvektif penyebab hujan lebat di daerah tersebut.
Dampak
tidak langsung lainnya yakni berupa daerah defisit kelembaban. Bersamaan dengan
adanya siklon tropis di perairan sebelah utara Sulawesi atau di Laut Cina
Selatan seringkali teramati bersamaan dengan berkurangnya curah hujan di
wilayah Sulawesi bagian utara atau Kalimantan. Meskipun belum ada penelitian
lebih lanjut, namun ditengarai bahwa fenomena ini disebabkan karena siklon
tropis tersebut menyerap persediaan udara lembab yang terdapat dalam radius
tertentu di sekitarnya, termasuk yang terkandung di atmosfer di atas Kalimantan
dan Sulawesi bagian utara sehingga di wilayah ini justru udaranya kering dan
kondisi cuacanya cenderung cerah tak berawan.
Dampak
lainnya terutama dari siklon tropis di Timur Filipina, menyebabkan sebagian
besar wilayah di Sulawesi Utara (Sulut). Gelombang tinggi di perairan mencapai
3 meter disertai hujan, dari intensitas sedang sampai dengan lebat yang menyebabkan
sering terjadi banjir.