Sebagai
kota besar, Bandung tidak terlepas dari berbagai macam permasalahan lingkungan.
Masalah-masalah tersebut dapat dibagi menjadi 5 golongan, antara lain sampah,
polusi udara, limbah, alih fungsi lahan, dan urban heat island. Namun, hanya
ada 3 masalah yang dibahas di esai ini, antara lain sampah, polusi udara, dan
alih fungsi lahan.
Sampah
merupakan permasalahan paling klasik di Bandung. Penumpukan sampah di beberapa
sudut Kota Bandung sudah menjadi pemandangan sehari-hari. Bandung yang dulu
dijuluki “Kota Kembang” kini telah menjelma menjadi kota yang penuh sampah.
Statistik menunjukkan bahwa Kota Bandung setiap harinya menghasilkan sampah sebanyak
8.418 m3 dan hanya bisa diolah sekitar 65 %. Akibatnya, penumpukan
sampah tidak dapat dihindari. Akar permasalahan dari penumpukan sampah ini
berasal dari gaya hidup masyarakat dan pengelolaan sampah yang kurang baik.
Jika masyarakat semakin konsumtif, maka semakin banyak barang yang akan terbeli
dan semakin banyak sampah anorganik yang akan dihasilkan. Selain itu, kesadaran
masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya masih kurang. Pengelolaan
sampah pun masih terbilang buruk karena hanya mengandalkan TPA (Tempat
Pembuangan Akhir) dan kendaraan pengangkut sampah.
Udara
Kota Bandung akhir-akhir ini semakin kotor akibat peningkatan aktivitas warga
kota menggunakan kendaraan bermotor. Berdasarkan penelitian tahun 2012, hampir
sejumlah ruas jalan utama menjadi kawasan dengan tingkat polusi udara tinggi.
Di tahun 2013, konsentrasi gas CO di beberapa ruas jalan utama sudah mencapai
11 – 18 ppm yang berarti melewati ambang batas 9 ppm. Akibatnya, semakin banyak
warga Kota Bandung yang mengalami gangguan pernapasan dan semakin sering
terjadi hujan asam. Akar permasalahan polusi udara di Kota Bandung berasal dari
mobilitas kendaraan bermotor yang tinggi dan topografi wilayah Bandung.
Mobilitas yang tinggi terjadi karena masih rendahnya kesadaran masyarakat menggunakan
angkutan umum dan tata ruang kota yang kurang baik. Topografi wilayah Bandung
yang berbentuk cekungan juga memperparah penumpukan polusi udara karena bentuk
topografi seperti itu akan menghambat sirkulasi udara dan cenderung membuat
polusi udara terperangkap.
Alih fungsi lahan mulai marak terlihat di kawasan Bandung
Utara. Kawasan yang menjadi lahan konservasi resapan air itu kini telah beralih
menjadi tempat berdirinya sejumlah hotel, apartemen, villa, resort, bahkan
perumahan elit. Padahal daerah tersebut memiliki fungsi sebagai wilayah
tangkapan di daerah hulu, dan menjadi daerah yang dapat menghasilkan air tanah,
dimana 60 % cadangan air tanah dihasilkan oleh daerah tersebut. Dampak buruk
yang sudah terlihat akibat alih fungsi lahan tersebut adalah semakin sering
terjadinya longsor di wilayah Bandung Utara. Berkurangnya luas lahan resapan
air di Bandung Utara juga akan mengurangi suplai air tanah di wilayah Bandung.
Para ahli memperkirakan bahwa pada 10 – 20 tahun mendatang, wilayah Bandung terancam
krisis air. Menurut para pakar lingkungan, untuk memulihkan kembali kondisi air
kota Bandung butuh waktu 25 tahun. Dengan catatan, apabila masyarakat
mendukungnya dengan cara menghemat air, rehabilitasi hutan, pengelolaan
kualitas air tanah dan sungai secara benar.