Perubahan iklim telah berdampak banyak pada lingkungan.
Lingkungan sekitar yang saya ketahui mengalami banyak perubahan dari dulu
hingga sekarang adalah lingkungan Kota Bandung. Sejak dulu, Bandung mendapat
banyak julukan yang indah. Beberapa julukan di antaranya yang paling terkenal
adalah “Kota Kembang” dan “Paris van Java”. Julukan Bandung sebagai “Kota Kembang”
muncul karena pada zaman dulu kota ini dinilai sangat cantik karena banyaknya
pohon dan bunga yang tumbuh di sana. Dulu, Bandung terkenal dengan keindahan
alam dan kesejukan udaranya. Suasana itu sangat disenangi oleh orang-orang
kolonial dan karena itulah Bandung dikenal sebagai Kota Paris-nya Pulau Jawa
atau “Paris van Java”. Tak heran jika banyak orang yang tertarik untuk
mengunjungi bahkan tinggal di Kota Bandung.
Seiring berjalannya waktu, Bandung terus berkembang
menjadi sebuah kota metropolitan karena jumlah penduduknya terus bertambah
hingga menjadi 2.483.977 jiwa (data tahun 2013). Pertambahan jumlah penduduk
ini diiringi dengan meningkatnya pembangunan di Kota Bandung. Sayangnya, ada
beberapa wilayah di Bandung yang pembangunannya tidak tertata atau bahkan
ilegal. Di dekat kampus ITB Ganesha, terdapat area perkampungan yang terbilang
agak kumuh di daerah Tamansari dan Plesiran. Perkampungan ini terlihat dari
atas jembatan layang Pasupati. Di wilayah Bandung Utara, pembangunan
berlangsung tidak terkendali dan cenderung ilegal. Wilayah Bandung Utara yang
dulu banyak ditutupi oleh hutan lindung, sekarang telah tergantikan oleh banyak
bangunan. Saat ini, terdapat banyak hotel, villa, bahkan apartemen yang
bertengger di wilayah Bandung Utara. Daerah Dago Pakar saat ini telah digunduli
dan disiapkan sebagai wilayah kaum elit yang terdiri atas perumahan, komplek
villa, dan tempat rekreasi.
Perubahan lingkungan yang selanjutnya terlihat di Kota
Bandung adalah kondisi sungai Cikapundung yang kotor dan banyak terdapat
sampah. Hal ini tergolong tak lazim untuk sungai yang terletak di dataran
tinggi. Biasanya, sungai yang berada di dataran tinggi cenderung masih bersih.
Bahkan, kondisi Sungai Cikapundung di bagian Curug Dago telah tercemar. Dari
Bandung Utara hingga Bandung Tengah, bantaran Sungai Cikapundung banyak
dipenuhi oleh bangunan yang menyebabkan terjadinya penyempitan sungai.
Beberapa daerah di Kota Bandung memiliki sistem drainase
yang buruk. Hal itu diperparah lagi dengan berkurangnya luas daerah Ruang
Terbuka Hijau (RTH) di Bandung. Salah satu dampak yang terlihat dari kondisi
tersebut adalah meningkatnya surface
runoff. Fenomena ini dapat terlihat dengan jelas di sepanjang Jalan Ir. H.
Juanda di daerah Dago (Bandung Utara) jika terjadi hujan deras. Jalan ini dapat
berubah menjadi “sungai kecil” ketika terjadi hujan deras karena banyaknya air
yang meluap dari dalam selokan dan sungai.
Jumlah penduduk Bandung yang kian meningkat berdampak
pada meningkatnya mobilitas yang terjadi di Kota Bandung. Selama ini, masih
banyak penduduk Bandung yang menggunakan kendaraan pribadi karena masih kurang
baiknya angkutan umum. Tidak hanya dari penduduk asli Bandung, mobilitas yang
tinggi di Kota Bandung juga disumbang oleh kendaraan pribadi dari Jakarta,
terutama pada akhir pekan. Tak heran jika polusi udara di Kota Bandung terus
meningkat. Kondisi ini diperparah oleh faktor alam berupa topografi wilayah
Bandung yang berbentuk cekungan. Topografi cekungan ini akan cenderung
menghambat pertukaran udara dan mengurung polutan udara. Bukti adanya
penumpukan polutan udara di Kota Bandung bisa terlihat dari daerah Dago Pakar
dan jembatan layang Pasupati. Dari daerah Dago Pakar dapat terlihat adanya haze yang menutupi wilayah cekungan
Bandung. Haze ini juga dapat terlihat
dari atas jembatan layang Pasupati. Keberadaan haze menyebabkan berkurangnya visibilitas/jarak pandang. Karena
adanya haze ini, gedung-gedung tinggi
yang jaraknya tidak terlalu jauh dari pengamat terlihat agak kabur.
Pada siang hari yang cerah, suhu udara di Kota Bandung
cenderung panas, terutama di daerah yang jarang pepohonan. Meski demikian, pada
musim hujan suhu udara di Kota Bandung cenderung normal. Pada musim kemarau,
suhu udara di Kota Bandung pada siang hari tak jarang mencapai 300C
atau lebih. Bahkan, menurut data dari BMKG, suhu udara di Kota Bandung pernah
mencapai 350C pada abad ke-21 ini. Penyebab dari memanasnya cuaca di
Kota Bandung adalah Urban Heat Island.
Fenomena Urban Heat Island di Kota
Bandung disebabkan oleh bertambahnya jumlah bangunan, bertambahnya jumlah
gedung tinggi, berkurangnya luas daerah RTH, dan meningkatnya albedo permukaan.
Salah satu dampak dari memanasnya suhu udara di Kota Bandung adalah
berkurangnya frekuensi terjadinya kabut di Kota Bandung. Pada zaman dahulu,
kabut merupakan fenomena yang sering terjadi di Bandung, tak terkecuali di area
Kampus ITB Ganesha. Berbeda dengan dahulu, sekitar 30 tahun yang lalu, kini di
Bandung sudah sangat jarang terjadi kabut di pagi hari.