Friday, 15 May 2015

PERUBAHAN TEMPERATUR PERMUKAAN LAUT SERTA KAITANNYA DENGAN SIKLON DAN PERUBAHAN IKLIM



Perubahan SST selama Beberapa Dekade Terakhir
SST (Sea Surface Temperature) atau suhu permukaan laut ternyata mengalami perubahan di setiap dekade. Terlihat pada grafik di samping yang menunjukkan perubahan rata-rata SST  dari tahun 1880 – 2012. Arsiran berwarna abu-abu pada grafik ini menunjukkan rentang ketidakpastian data. Dari grafik ini, terlihat bahwa SST menunjukkan peningkatan pada tahun 1910 – 1940 dan dari pertengahan tahun 1970-an hingga saat ini. Lalu, sejak pertengahan tahun 1990-an, nilai SST mulai konstan berada di atas rata-rata SST tahun 1971 – 2000.


  (Sumber : NOAA, 2013)
                        

Hubungan Perubahan SST dengan Siklon dan Perubahan Iklim

Sumber energi siklon tropis berasal dari air laut yang hangat (SST ≥ 26,50C). Semakin tinggi nilai SST, semakin banyak energi yang tersedia untuk membentuk siklon tropis. Studi pemodelan oleh Emanuel (1987) mengindikasikan bahwa semakin hangat air laut (yang diproyeksikan di bawah kondisi peningkatan konsentrasi CO2), intensitas hurricane/siklon tropis akan meningkat dan hurricane akan berpotensi merambah ke wilayah yang lintang geografisnya lebih tinggi. Evans (1993) menemukan bahwa SST merupakan parameter yang kurang memadai untuk memprediksi intensitas hurricane. Alasannya adalah hurricane terkuat sering tidak berasosiasi dengan SST tertinggi. Hal ini juga didukung oleh data pada tabel di bawah ini. Dari tabel ini, terlihat bahwa hurricane kuat (berkategori 3, 4, atau 5 menurut Skala Saffir-Simpson) paling banyak terjadi saat SST berkisar antara 28,0 – 28,90C. Pada rentang SST ≥ 29,00C justru terjadi penurunan frekuensi kejadian hurricane kuat.
Tabel Pengelompokkan SST dengan Kejadian Hurricane di Atlantik Utara dari tahun 1982 – 2003






 (Sumber: Michaels, Knappenberger, Davis (Virginia, USA)

SST biasanya bervariasi terhadap lintang geografis. SST paling tinggi umumnya ditemukan di dekat ekuator, sedangkan SST paling rendah di kutub. Jika lautan menyerap lebih banyak panas, SST akan meningkat dan terjadi perubahan pola sirkulasi lautan. Karena lautan berinteraksi secara terus menerus dengan atmosfer, SST juga dapat mempengaruhi iklim global. Begitu juga sebaliknya, suhu rata-rata atmosfer juga mempengaruhi SST.
Dengan melihat grafik SST dan grafik suhu rata-rata global, dapat disimpulkan bahwa peningkatan SST sebanding dengan peningkatan suhu rata-rata global. Adanya perubahan iklim (dalam konteks ini adalah pemanasan global) menyebabkan terjadinya peningkatan SST. Nilai SST yang meningkat dapat menyebabkan daya serap lautan terhadap gas CO2 berkurang. Apalagi jika ditambah dengan emisi CO2 dari aktivitas manusia (pembakaran bahan bakar fosil, aktivitas pabrik, dll). Dengan demikian, peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer akan semakin sulit dihindari dan berpotensi meningkatkan laju pemanasan global.


  

(Sumber: IPCC AR4, 2007)