Friday 29 May 2015

RESUME X-RAY EARTH (NATIONAL GEOGRAPHY)

Dalam film dokumenter dari National Geography yang berjudul X-ray earth memberikan pengetahuan kepada kita mengenai sebuah teknologi yang dapat memberikan gambaran umum bumi dari permukaan hingga kedalam dalam bentuk visual. Hal yang menarik dari film ini adalah ketika ilmuwan dunia berhasil menemukan sebuah teknologi untuk mendiagnosis kondisi bumi dengan X-ray menggunakan teknologi CGI. Berdasarkan film dokumenter tersebut hal pertama yang harus dilakukan sebelum kita mendapatkan gambaran X-ray dari bumi, para ilmuwan harus memasang sensor-sensor yang terletak di bawah tanah, di langit, laut dan kota-kota untuk memantau bumi untuk memantau bumi dari waktu ke waktu. Bahkan dengan menggunakan metode ini, kita dapat mengetahui gambaran bumi di masa lampau dan sekarang. Dalam film tersebut, saya juga tertarik bagaimana teknologi tersebut dapat menggambarkan tomografi seismik di berbagai titik di belahan bumi, juga bagaimana teknologi ini dapat menggambarkan perubahan iklim dunia.
Aktivitas vulkanik menjadi bukti adanya sesuatu yang terjadi di dalam bumi. Untuk melihat 99% bagian dalam bumi yang tidak bisa kita lihat, dipasang US Array yang dipasang dengan jarak antar seismometer 70 km. Seismometer ini dapat mendeteksi gempa dalam bumi dari belahan dunia lain yang sangat kecil dan tidak terasa sekalipun. Data yang dikumpulkan misalnya berupa waktu yang dibutuhkan suatu gempa untuk terdeteksi oleh stasiun tertentu. Proses seberapa cepat seismic wave menjalar di bumi ini dinamakan seismictemography. Kumpulan data ini dimodelkan menjadi interior bumi dalam bentuk tiga dimensi. Formasi masif di bawah permukaan tanah yang dilewati s-wave juga dimodelkan melalui seismic imaging yang menghasilkan visualisasi dan proyeksi 3D sisi dalam bumi. Dalam hal ini diketahui mengenai diameter bumi, material dan permukaan inti bumi, hingga kerak yang terpecah-pecah menjadi lempengan bumi. Lempeng-lempeng bumi ini setiap saat bergesekan sehingga terjadilah gempa.  Kecanggihan dari kolaborasi ilmu geofisika dan programming ini juga menjelaskan aktivitas vulkanik yang dipengaruhi oleh gerakan di dalam bumi.
Hal menarik selanjutnya adalah ketika para ilmuwan mengambil sampel atmosfer pada setiap negara di bumi. Kemudian sampel tersebut dianalisa mengenai zat-zat dan molekul-molekul apa saja yang terkandung dalam sampel gas atmosfer yang mereka dapat, kemudian sampel tersebut akan dibuat modelnya dikomputer. Sehingga kita dapat melihat bagaimana kondisi real time atmosfer dari waktu ke waktu. Misalnya saja, kita dapat melihat kondisi CO2 di dalam atmosfer dengan melihat pemodelannya di komputer, dimana gas tersebut digambarkan dengan warna merah yang menyelimuti hampir seluruh daerah di kutub utara. Bahkan dari kegiatan sampling dan modeling menggunakan komputer, kita dapat mengetahui jika dari waktu ke waktu, bumi terus bernafas dan memproduksi CO2 secara berlebih. Karena adanya modeling dengan menggunakan komputer, ilmuwan dapat memprediksi jika konsentrasi CO2 di atmosfer terus meningkat selama 30th terakhir.
Di laut daerah Oregon, Amerika Serikat, terdapat suatu “zona mati” dimana disana ditemukan banyak sekali bangkai ikan maupun makhluk laut lainnya seperti kepiting. Para oseanografer meneliti hal ini dengan teknologi penginderaan melalui suatu organisme bernama feudoplankton yang biasanya menjadi santapan para ikan laut. Feudoplankton diteliti pertumbuhan dan data sebarannya menggunakan teknologi penginderaan dan terlihat jelas seperti kumpulan daerah berwarna biru atau kehijauan dari muka bumi. Dan yang menyebabkan terjadinya zona mati pada laut adalah gagalnya proses upwelling yang seharusnya menaikkan plankton yang terletak di dasar laut ke permukaan sehingga ikan tidak mendapat makanan apa apa lalu mati. Upwelling yang dipengaruhi oleh angin ini tidak terjadi karena adanya pembelokkan angin. Angin dapat berbelok karena pengaruh pemanasan global yang terjadi di bumi.

Pemanasan global di bumi ini juga menyebabkan es di Alaska berkurang drastis. Pencairan es di muka bumi dapat menyebabkan kenaikan muka air laut. Ekosistem di kutub juga dapat terganggu oleh pencairan es ini. Dengan pencairan es ini maka jelas sudah bahwa Bumi ini semakin panas alias meningkat terus suhu permukaannya. Pencairan es di kutub akibat pengaruh pemanasan global ini diamati menggunakan remote sensing yang diletakkan di titik tertentu. Secara garis besar teknologi-teknologi kebumian ini bertujuan untuk mengamati bumi dan pergerakannya hingga ke inti bumi sekalipun.

RESUME FILM ‘AN INCONVENIENT TRUTH’ (Al Gore)


An Inconvenient Truth merupakan film dokumenter, biografi, sekaligus kampanye yang bercerita tentang Al Gore dan perjalananya dalam mendidik publik tentang parahnya sistem iklim dunia saat ini. Film dokumentasi tersebut merupakan kunci dari presentasi Al Gore tentang eksplorasinya mendapatkan data dan prediksinya mengenai dampak perubahan iklim di seluruh dunia dan potensi bencana yang disebabkannya.
Dalam film tersebut, Gore juga membuka diskusi tentang opini ilmiah terkait dengan perubahan iklim, juga tentang dampak sekarang dan masa depan terkait efek global warming dan menekankan bahwa perubahan iklim bukanlah masalah yang menyangkut politik namun lebih ke masalah yang menyangkut moral dan perilaku manusia. Dalam penjelasannya tentang konsekuensi perubahan iklim, Gore percaya bahwa perubahan iklim global akan menghasilkan kalau jumlah gas rumah kaca yang dihasilkan oleh manusia tidak berkurang secara signifikan dalam waktu yang singkat. Gore juga menyampaikan tentang data es Antartika yang menunjukkan tingkat atau kadar CO2 lebih tinggi dibandingkan dengan 650 ribu tahun terakhir.
Pada film tersebut juga terdapat segmen atau bagian yang membantah kritik yang mengatakan bahwa pemanasan global tidak terbukti, dan dunia ini tidak sedang mengalami kondisi pemanasan yang signifikan. Sebagai contohnya, Gore membahas kemungkinan runtuhnya lapisan es besar di Greenland dan Antartika Barat. Dimana apabila es tersebut runtuh dan mencair, akan menyebabkan naiknya permukaan lau global setinggi sekitar 20 kaki. Apabila hal tersebut terjadi, tentunya akan menyebabkan banjir di daerah pesisir dan membuat 100 juta penghuni menungsi. Karena salinitas air yang lebih rendah, membuat lelehan air dari Greenland dapat menghentikan arus laut yang membuat Eropa Utara hangat dan dapat memicu pendinginan dramatis local dengan cepat di daerah tersebut.
Film dokumenter tersebut berakhir saat Gore mengatakan jika tindakan yang tepat perlu diambil dalam menghadapi efek pemanasan global terkait perubahan iklim. Efek dari global warming dapat dihilangkan dengan mengurangi pelepasan CO2 dan menanam vegetasi yang dapat mengurangi pelepasan CO2 berlebih di atmosfer.

Sepanjang film Gore juga menekankan bahwa planet Bumi yang indah ini perlu dijaga dengan berbagai macam cara. Di bagian akhir film ini ia memberikan kesimpulannya terkait efek dari global warming dengan mengatakan, “Masing-masing dari kita adalah penyebab global warming, tapi masing-masing dari kita dapat mengubahnya dengan sesuatu yang kita beli, listrik yang kita gunakan, mobil yang kita kendarai, kita dapat membuat pilihan untuk mengurangi emisi karbon menjadi nol. Solusinya ada di tangan kita. Hanya saja, kita harus memiliki tekad dalam mewujudkanya. Kita punya segalanya untuk mengurangi emisi karbon, segalanya kecuali keinginan politik. Tapi di Amerika, kemauan untuk bertindak adalah sumber daya terbarukan.”

Thursday 21 May 2015

FENOMENA ENSO


El Nino Southern Oscillation (ENSO) merupakan fenomena alam yang muncul di sekitar Samudra Pasifik dan mempengaruhi kondisi cuaca di sekitarnya. Fenomena ini berkaitan dengan dua proses yaitu El Nino dan Southern Oscillation. ENSO itu sendiri sebenarnya diatur oleh melemahnya angin pasat (faktor atmosfer) dan perpindahan kolam panas (faktor laut). Pengatur ENSO sendiri masih belum dapat dijelaskan dengan baik, ada sumber yang mengatakan munculnya disebabkan mula-mula dari atmosfer yaitu oleh melemahnya angin pasat. Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa munculnya diawali dari laut yaitu adanya perpindahan kolam panas. Namun hal ini seperti sebuah siklus yang tidak dapat ditemukan mana yang merupakan awal mula penyebabnya.
Fenomena ENSO diawali dengan kondisi normal di equator, kemudian laut Pasifik Barat lebih panas di bandingkan dengan  Pasifik Timur. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh tiga faktor yaitu rotasi Bumi, daerah tropis yang berada di sekitar equator, dan mixing layer. Letak daerah di equator yaitu dimana pertemuan antara angin pasat dan karena Bumi ini berotasi sehingga angin pasat merupakan angin Timuran. Angin pasat ini memiliki komponen dari timur ke barat sehingga ada gaya yang membawa materi seolah-olah akan bergerak ke Barat (arus Timur). Hal ini berkaitan dengan Sirkulasi Walker yaitu sirkulasi atmosfer yang berada di permukaan bumi sepanjang equator menuju ke Barat dan atmosfer bagian atasnya menjadi lawannya akibat dari penyeimbang dan geser angin (shear angin). Sirkulasi ini secara tidak langsung juga disebabkan oleh adanya rotasi Bumi yang bergerak memutar dari Barat ke Timur. Akibat dari rotasi ini akan menimbulkan penumpukan materi (massa air laut) di Barat, sehingga lapisan pencampuran/ mixing layer lebih tebal di bagian Barat. Termoklin di sepanjang equator Pasifik juga lebih dangkal di Pasifik Timur di banding dengan Pasifik Barat pada keadaan normalnya.
Adanya evolusi temperatur permukaan air laut di sepanjang equator di laut Pasifik selama El Nino/La Nina. Fluktuansi kondisi air laut yaitu berkaitan dengan menghangat dan mendinginnya temperatur air laut. Menghangatnya air laut di bagian Timur-Tengah Pasifik Equatorial dari pada kondisi normalnya yaitu dapat disebut sebagai kondisi El Nino. Sedangkan pada kondisi La Nina disebut sebagai kondisi mendinginnya air di bagian Timur-Tengah Pasifik Equatorial dari pada kondisi normalnya. Mendingin dan menghangatnya air laut ini berkaitan dengan perpindahan kolam panas (warm pool). Fenomena ENSO ini sering dilihat dari kondisi parameter cuaca yaitu adanya perubahan kondisi cuaca di daerah tropis terkait degan curah hujan tropis, tekanan (Osilasi Selatan) dan angin. Ketiga unsur cuaca ini dapat digunakan sebagai parameter kondisi ENSO. Selain itu, ENSO juga menyebabkan perubahan posisi dan intensitas jet stream yang mempengaruhi jalur badai dan cuaca di Amerika Serikat.















Dalam kondisi La Nina, air laut di Pasifik Timur lebih panas dari kondisi normalnya. Hal ini menyebabkan adanya konveksi yang lebih besar dari normalnya di bagian Pasifik Timur, sehingga menyebabkan Indonesia pada saat La Nina memiliki curah hujan yang lebat. Kondisi termoklin di bawah laut di sepanjang equator Laut Pasifik ketika La Nina yaitu lebih dangkal di Pasifik Timur dan lebih dalam di Pasifik Barat dari pada kondisi normalnya. Pada kondisi El Nino, air laut di Pasifik menghangat dan angin melemah di sepanjang equator sehingga konveksi akan berkembang di sepanjang Pasifik, maka akan terbentuk awan-awan mesoscale di wilayah Pasifik yang dapat membentuk badai. Kondisi termoklin ketika El Nino adalah termoklin dalam di Laut Pasifik Timur dan dangkal di Pasifik Barat dari pada kondisi normalnya.


DAMPAK ENSO SECARA GLOBAL

Pengaruh El Nino terhadap kondisi Global yaitu akan berpengaruh kuat ketika Musim Dingin di BBU yaitu ketika temperatur air mencapai maksimum tahunan di BBS (Musim Panas). Peningkatan Pemanasan lebih besar dari normalnya akan mempengaruhi sebaran daerah konveksi dan mampu mengeser aliran jet stream. Sedangkan jika El Nino terjadi saat Musim Dingin di BBS maka pengaruh El Nino lebih lemah. Hal ini di sebabkan oleh transfer panas dari laut BBS yang lebih luas mempengaruhi kondisi laut equatorial Pasifik. El Nino ini sangat mempengaruhi kesetimbangan atmosfer dan laut secara global sebab, dampaknya dirasakan secara signifikan di BBU maupun di BBS meskipun itu pada waktu-waktu tertentu. Sedangkan pengaruh La Nina terhadap kondisi global berbeda dari pengaruh  El Nino. Ada beberapa pengaruh yang merupakan lawan dari pengaruh dari El Nino, namun masih ada juga pengaruh lainnya yang di sebabkan oleh La Nina itu sendiri secara independen. Dapat dilihat pada gambar di bawah muncul daerah-daerah yang basah, hangat, dingin dan kering.



Secara keseluruhan fenomena ENSO ini merupakan fenomena global yang terjadi secara siklonik. Tentunya dampak dari fenomena ENSO seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, secara global ini tidak dapat dihindari karena merupakan fenomena alamiah. Yang bisa kita lakukan adalah mempersiapkan segala sesuatunya untuk menghadapi dampak curah hujan yang tinggi maupun kekeringan yang melanda khususnya wilayah Indonesia, dengan tidak membuang sampah sembarangan ke sungai agar tidak meluap dan menimbulkan banjir, serta menjaga sumber mata air dan membuat daerah resapan agar mata air tanah tetap terjaga sehingga tidak kekurangan sumber air bersih ketika kekeringan melanda.

Wednesday 20 May 2015

RESUME FILM “APOCALYPSE? NO!” DAN PRO / KONTRA PERUBAHAN IKLIM


“Apocalypse? No!” yang merupakan film dokumenter dengan Christopher Monckton sebagai pembicaranya, menjelaskan secara ilmiah bahwa pemanasan global bukanlah sesuatu yang dapat menyebabkan krisis global. Monckton menyatakan bahwa ia akan menyampaikan sesuatu yang mungkin belum pernah terdengar sebelumnya (dari para politisi, media massa, jurnal ilmiah, dll) tentang perubahan iklim (karena beda perspektif). Meskipun Monckton ingin menyampaikan bahwa pemanasan global bukanlah krisis global, ia tetap tidak menyetujui adanya eksploitasi alam secara berlebihan yang dapat merusak lingkungan. Monckton tetap setuju dengan adanya peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer beberapa dekade terakhir yang disebabkan oleh manusia, namun mempertanyakan apakah peningkatan tersebut berbahaya bagi Bumi, manusia, dan lingkungannya.
Monckton mengutip pernyataan Sir John Houghton (salah satu petinggi IPCC) pada tahun 2007 yang isinya “Tidak ada orang yang akan mendengar (peduli) dengan sains, kecuali jika kita mengumumkan bencana”. Ada juga 3 pernyataan yang dikeluarkan oleh IPCC pada tahun 1995 tentang perubahan iklim, yaitu:
(1) Belum ada studi yang menunjukkan bukti jelas bahwa manusia dapat berkontribusi pada perubahan iklim yang teramati melalui peningkatan konsentrasi gas rumah kaca
(2) Tidak ada studi yang mengaitkan secara positif antara perubahan iklim yang teramati dengan sebab antropogenik
(3) Klaim apapun mengenai deteksi positif tentang perubahan iklim yang signifikan masih merupakan kontroversi sampai ketidakpastian di dalam variabilitas alam sistem iklim dapat dikurangi. Namun, pengaruh dari para politisi membuat IPCC menulis ulang ketiga pernyataan tadi menjadi satu pernyataan yang lebih singkat dan maknanya terbalik, yaitu “Keseimbangan bukti yang ada menyatakan bahwa terdapat pengaruh manusia yang terlihat pada perubahan iklim”.
Kemudian, muncul opini dalam benak Monckton bahwa kemungkinan IPCC bekerja pada suatu kasus (dalam konteks ini adalah perubahan iklim) dengan semangat politik terlepas dari fakta ilmiahnya. Pernyataan Chris Landsea selaras dengan opini Monckton tersebut. Untuk menarik perhatian publik, IPCC menyatakan bahwa salah satu dampak pemanasan global adalah pencairan es di Greenland. Ternyata, ada kesalahan pada salah satu dokumen IPCC yang isinya tentang laju peningkatan ketinggian muka laut akibat pencairan es. Ada sebuah jurnal ilmiah yang di satu sisi menyatakan bahwa pemanasan global dapat bersifat katastrofik (memusnahkan), namun di sisi lain juga menyatakan bahwa suhu rata-rata global yang meningkat sejak akhir abad ke-19 tidak berarti bahwa efek antropogenik pada sistem iklim telah teridentifikasi. Pada tahun 1988, Hansen memberikan prediksi suhu rata-rata global di masa mendatang (setelah tahun 1988) jika penambahan CO2 ke atmosfer tidak dikurangi. Kenyataannya, tetap terjadi kenaikan suhu rata-rata global, namun dengan laju yang jauh lebih rendah daripada yang diprediksi oleh Hansen.
Laporan IPCC pada tahun 1990 menyatakan bahwa ada periode hangat Medieval (Medieval Warm Period) MWP) dari abad ke-11 sampai ke-14. Saat MWP dulu, suhu rata-rata global melebihi saat ini sehingga bangsa Viking pun dulu bisa melakukan pertanian di Greenland yang saat ini membeku. Setelah MWP, terjadi zaman es kecil, lalu diikuti tren penghangatan hingga masa kini. Namun, laporan IPCC pada tahun 2001 justru tidak menyatakan adanya MWP pada abad ke-11 sampai ke-14. Perbedaan laporan antara tahun 1990 dan 2001 tersebut muncul karena pada laporan tahun 2001, program di komputer milik IPCC diset sedemikian sehingga pada grafik terlihat peningkatan suhu rata-rata global. Padahal, beberapa penelitian (dari lubang bor, studi isotop di Pegunungan Alpen, sedimen dari dasar danau di Antarktika dan Cina, foraminifera di Laut Arab, dll) menunjukkan adanya MWP pada abad ke-11 sampai ke-14. Karena dulu ada MWP (dengan suhu rata-rata global 3 derajat celcius lebih tinggi dari saat ini), dapat disimpulkan bahwa suhu rata-rata global saat ini tidaklah luar biasa, alamlah yang menyebabkan adanya MWP, tidak ada bencana iklim selama MWP, dan kemungkinan alam yang sebagian besar menyebabkan penghangatan di masa kini. “Alam” yang dimaksud di sini adalah Matahari.
Level aktivitas Matahari pada 70 tahun terakhir ini dapat dikatakan luar biasa. Waktu di masa lampau yang juga sempat mengalami aktivitas Matahari setinggi sekarang ini adalah 8.000 tahun yang lalu. Antara data konsentrasi CO2 dengan suhu rata-rata global untuk tahun 1880 – 1980 tidak sinkron. Di saat konsentrasi CO2 terus meningkat secara logaritmik, suhu rata-rata global malah berfluktuasi (naik dan turun) meskipun trennya meningkat. Jika memang peningkatan konsentrasi CO2 dapat meningkatkan suhu rata-rata global, maka seharusnya suhu rata-rata global pada tahun 1880 – 1980 juga naik secara terus menerus (tidak berfluktuasi). Pada tahun 1700 – 2000, terlihat grafik yang cukup sinkron antara aktivitas Matahari dengan suhu rata-rata global. Sejak tahun 1715, terjadi peningkatan aktivitas Matahari. IAU (International Astronomical Union) mengadakan simposium pada tahun 2004 yang menghasilkan beberapa kesimpulan, antara lain: perubahan aktivitas Matahari menyebabkan terjadinya mayoritas perubahan iklim, siklus aktivitas Matahari terjadi selama 11, 80, dan 200 tahun, matahari menyebabkan pemanasan global di masa kini, serta pemanasan global di masa kini bersifat normal dan akan segera berakhir.
Dengan perhitungan menggunakan Hukum Stefan-Boltzmann, peningkatan konsentrasi CO2 sebanyak 2 kali lipat menyebabkan peningkatan sebesar 1,60C pada suhu rata-rata global. Dari perhitungan IPCC, dihasilkan bahwa peningkatan konsentrasi CO2 yang sama menyebabkan peningkatan suhu rata-rata global sebesar 30C. Di bawah ini ada 8 hal yang membatasi pada CO2 sebagai penyebab perubahan suhu rata-rata global, yaitu: (1) CO2 bertambah sangat sedikit ke dalam udara (dari tahun 1750 ke 2007 hanya bertambah 0,01 % (dari 0,03 % ke 0,04 %))
(2) CO2 mempunyai sedikit pita absorpsi yang utama
(3) Di permukaan, uap air lebih mendominasi daripada CO2
(4) Efek radiatif CO2 berkurang seiring dengan peningkatan konsentrasinya di atmosfer
(5) CO2 tidak potensial (efeknya hanya 1/23 dari efek CH4)
(6) Tidak ada hot spot pada troposfer menengah di daerah tropis
7) Waktu tinggal CO2 di atmosfer relatif pendek (2 – 15 tahun menurut berbagai ilmuwan, sedangkan menurut IPCC 50 – 200 tahun)
8) Hubungan antara konsentrasi CO2 dengan suhu rata-rata global tidak sinkron.
Selanjutnya, Monckton menampilkan beberapa kesalahan Al Gore mengenai pemanasan global berpotensi menimbulkan krisis global di film “An Inconvenient Truth”, antara lain:
1) Saat konsentrasi CO2 di atmosfer bertambah, suhu rata-rata global meningkat karena CO2 memerangkap lebih banyak panas dari Matahari (kenyataannya, peningkatan konsentrasi CO2 mengikuti adanya peningkatan suhu rata-rata global (bukan sebaliknya))
2) Akhir-akhir ini kita melihat banyak hurricane besar yang terjadi (kenyataannya, hurricane di Atlantik yang sampai ke daratan tetap jumlahnya
3) Jepang mengalami taifun paling banyak sepanjang sejarah (kenyataannya, justru terjadi penurunan jumlah taifun yang terjadi di Pasifik) 
4) Muncul peringatan bahwa hurricane akan menjadi lebih kuat (kenyataannya, tidak ada tren yang mendukung)  
5) Asuransi yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk menanggulangi dampak cuaca ekstrem akan meningkat (kenyataannya, kerugian harta benda akibat hurricane di AS fluktuatif) 
6) Terjadi peningkatan akumulasi panas di kutub utara (kenyataannya, Arktik lebih hangat pada tahun 1940-an dibanding saat ini) 
7) Studi ilmiah menunjukkan bahwa untuk pertama kalinya mereka menemukan beruang kutub yang tenggelam setelah berenang sejauh 60 mil untuk mencari es (kenyataannya, hanya 4 beruang kutub yang mati (itupun karena badai yang menyebabkan gelombang tinggi di laut))
8) Tubuh es di Antarktika Barat lebih stabil daripada tubuh es di Greenland yang ukurannya hampir sama (kenyataannya, lapisan es di Greenland tumbuh 2 inci per tahun) 
9) Dampak pemanasan global yang mulai terlihat adalah berkurangnya salju di puncak Gunung Kilimanjaro dalam jangka waktu 30 tahun (kenyataannya, di puncak Gunung Kilimanjaro suhu udara rata-rata bulanan relatif konstan sebesar -7,10C dan suhu udara tidak pernah naik melebihi titik beku)   
10) Terjadi kemunduran gletser di pegunungan (kenyataannya, kemunduran gletser telah terjadi sejak tahun 1820 (sebelum penggunaan bahan bakar fosil)) 
11) Danau Chad yang dulunya merupakan salah satu danau terbesar di dunia kini hampir mengering hanya dalam beberapa dekade (kenyataannya, Danau Chad juga pernah mengering pada tahun 8500, 5500, 2000, dan 100 SM) 
12) Terjadi perluasan Gurun Sahara (kenyataannya, luas Gurun Sahara justru berkurang 300.000 km2 oleh vegetasi) 
13) Lapisan es di Antarktika Barat menipis (kenyataannya, yang terjadi justru penebalan es di Antarktika Barat) 
14) Warga di negara-negara Pasifik harus mengevakuasi diri ke Selandia Baru (kenyataannya, tidak ada warga Pasifik yang mengevakuasi diri ke Selandia Baru karena tidak terjadi kenaikan muka laut)   
15) Penyakit Malaria (akibat nyamuk) akan ditemukan di ketinggian (di atas permukaan laut) yang lebih tinggi karena menghangatnya iklim (kenyataannya, kasus Malaria ditemukan di ketinggian yang lebih rendah) 
16) Jika es di Antarktika Barat mencair seluruhnya, maka akan terjadi kenaikan muka laut sebesar 20 kaki (kenyataannya, kenaikan muka laut tertinggi yang mungkin terjadi adalah 43 – 92 cm).
               

PRO / KONTRA PENULIS TERHADAP ISU PERUBAHAN IKLIM

Dari apa yang telah saya pelajari sejauh ini (melalui film, artikel, jurnal ilmiah, dan buku), saya cenderung tidak setuju atau kontra dengan perubahan iklim yang terjadi saat ini. Perubahan iklim yang saat ini menjadi perhatian banyak kalangan adalah pemanasan global. Banyak data dari berbagai sumber yang menunjukkan adanya peningkatan suhu rata-rata global dalam beberapa dekade terakhir ini. Yang menjadi perhatian bagi saya di essay ini adalah kenyataan sebenarnya tentang sejarah peningkatan suhu rata-rata global di planet Bumi sejak dahulu yang sekarang disebut dengan fenomena global warming serta  bagaimana cara menyikapi perubahan iklim dengan bijaksana.
Pemanasan global pada abad ke-20 sebanyak 1-1,4 ° F masih dalam range fluktuasi +/- 5 ° F pada 3.000 tahun terakhir. Sebuah studi tahun 2003 oleh para peneliti di Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics menunjukkan bahwa suhu pada tahun  1000-1100 AD (sebelum penggunaan bahan bakar fosil)  ternyata sebanding dengan tahun 1900-1990. Hal ini menunjukkan bahwa pemanasan dan pendinginan temperatur di Bumi telah terjadi jauh sebelum era industrial. Contohnya kini Greenland yang dikenal dingin dan beku ribuan tahun lalu merupakan pulau yang diselimuti padang rumput yang menunjukan pendinginan di Bumi. Pemanasan juga pernah terjadi saat mencairnya sebagian besar es di kutub pada Ice Age ribuan tahun lalu. Selain itu, isu yang dibahas pada pemanasan global adalah pencairan kutub. Ternyata, visualisasi pencairan kutub yang selama ini muncul di berita tidaklah lengkap, yang terjadi adalah anomali dimana luas es di lautan Arktik menyusut namun di sisi lain area es di lautan Antartika meluas setiap bulannya pada 35 tahun terakhir sehingga jumlah total es di kedua kutub Bumi sebenarnya cenderung konstan.



























Dengan demikian, kita tidak perlu terlalu mengkhawatirkan dampak perubahan iklim di masa mendatang. Lagipula, penyebab perubahan iklim yang terjadi akhir-akhir ini saya rasa masih belum jelas. Greenhouse gasses atau gas rumah kaca seperti karbon dan methana pun sejak dahulu telah ada yang  disebabkan oleh fenomena natural seperti aktivitas vulkanik, tanaman, dan perut sapi. Dampak perubahan iklim tidaklah separah yang diperkirakan oleh beberapa kalangan saat ini. Penjelasan pada paragraf sebelumnya semakin meyakinkan saya bahwa perubahan iklim sangat sulit untuk diperlambat atau bahkan dihentikan karena ini merupakan bagian dari proses natural Bumi. Biaya yang dikeluarkan untuk memperlambat atau bahkan menghentikan perubahan iklim sangat besar dibandingkan dengan kerugian yang akan ditimbulkannya. Jadi, yang perlu kita lakukan untuk menghadapi perubahan iklim adalah bersikap sewajarnya, tidak mencemari lingkungan, dan tidak mengeksploitasi alam secara berlebihan. Meskipun tidak ada lagi alasan untuk mengurangi laju pemanasan global, kita juga perlu mengurangi penggunaan bahan bakar fosil di bidang transportasi dan manufaktur dengan alasan bahwa ketersediaan bahan bakar fosil di alam terbatas dan terus berkurang, serta untuk mengurangi tingkat polusi udara demi kualitas udara dan air yang lebih baik.











Sumber Jurnal dan Paper :
Anders Moberg, PhD, et al., "Highly Variable Northern Hemisphere Temperatures Reconstructed From Low and High Resolution Proxy Data" , Nature, Feb. 2005
 Arthur B. Robinson, PhD, et al., "Environmental Effects of Increased Atmospheric Carbon Dioxide" . 2007

Willie Soon, PhD, and Sallie Baliunas, PhD, "Proxy Climatic and Environmental Changes of the Past 1000 Years" . 2003

Friday 15 May 2015

PERUBAHAN TEMPERATUR PERMUKAAN LAUT SERTA KAITANNYA DENGAN SIKLON DAN PERUBAHAN IKLIM



Perubahan SST selama Beberapa Dekade Terakhir
SST (Sea Surface Temperature) atau suhu permukaan laut ternyata mengalami perubahan di setiap dekade. Terlihat pada grafik di samping yang menunjukkan perubahan rata-rata SST  dari tahun 1880 – 2012. Arsiran berwarna abu-abu pada grafik ini menunjukkan rentang ketidakpastian data. Dari grafik ini, terlihat bahwa SST menunjukkan peningkatan pada tahun 1910 – 1940 dan dari pertengahan tahun 1970-an hingga saat ini. Lalu, sejak pertengahan tahun 1990-an, nilai SST mulai konstan berada di atas rata-rata SST tahun 1971 – 2000.


  (Sumber : NOAA, 2013)
                        

Hubungan Perubahan SST dengan Siklon dan Perubahan Iklim

Sumber energi siklon tropis berasal dari air laut yang hangat (SST ≥ 26,50C). Semakin tinggi nilai SST, semakin banyak energi yang tersedia untuk membentuk siklon tropis. Studi pemodelan oleh Emanuel (1987) mengindikasikan bahwa semakin hangat air laut (yang diproyeksikan di bawah kondisi peningkatan konsentrasi CO2), intensitas hurricane/siklon tropis akan meningkat dan hurricane akan berpotensi merambah ke wilayah yang lintang geografisnya lebih tinggi. Evans (1993) menemukan bahwa SST merupakan parameter yang kurang memadai untuk memprediksi intensitas hurricane. Alasannya adalah hurricane terkuat sering tidak berasosiasi dengan SST tertinggi. Hal ini juga didukung oleh data pada tabel di bawah ini. Dari tabel ini, terlihat bahwa hurricane kuat (berkategori 3, 4, atau 5 menurut Skala Saffir-Simpson) paling banyak terjadi saat SST berkisar antara 28,0 – 28,90C. Pada rentang SST ≥ 29,00C justru terjadi penurunan frekuensi kejadian hurricane kuat.
Tabel Pengelompokkan SST dengan Kejadian Hurricane di Atlantik Utara dari tahun 1982 – 2003






 (Sumber: Michaels, Knappenberger, Davis (Virginia, USA)

SST biasanya bervariasi terhadap lintang geografis. SST paling tinggi umumnya ditemukan di dekat ekuator, sedangkan SST paling rendah di kutub. Jika lautan menyerap lebih banyak panas, SST akan meningkat dan terjadi perubahan pola sirkulasi lautan. Karena lautan berinteraksi secara terus menerus dengan atmosfer, SST juga dapat mempengaruhi iklim global. Begitu juga sebaliknya, suhu rata-rata atmosfer juga mempengaruhi SST.
Dengan melihat grafik SST dan grafik suhu rata-rata global, dapat disimpulkan bahwa peningkatan SST sebanding dengan peningkatan suhu rata-rata global. Adanya perubahan iklim (dalam konteks ini adalah pemanasan global) menyebabkan terjadinya peningkatan SST. Nilai SST yang meningkat dapat menyebabkan daya serap lautan terhadap gas CO2 berkurang. Apalagi jika ditambah dengan emisi CO2 dari aktivitas manusia (pembakaran bahan bakar fosil, aktivitas pabrik, dll). Dengan demikian, peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer akan semakin sulit dihindari dan berpotensi meningkatkan laju pemanasan global.


  

(Sumber: IPCC AR4, 2007)

Tuesday 12 May 2015

PENGAMATAN KARBON MONOKSIDA CO DI DAGO BANDUNG

I.            Tujuan Pengamatan

1.      Untuk mengetahui perbedaan penyebaran CO (Karbon Monoksida) dan yang mempengaruhinya di sepanjang jalan Ir. H. Djuanda pada hari biasa dalam keadaan sepi dan pada saat car free day selama satu jam di pagi hari.
2.      Mengetahui perbedaan temperatur potensial di setiap titik pengamatan.

II.            Data Pengamatan

ü  Waktu pengamatan: Sabtu 14 Februari dan Minggu 15  Februari 2015  pukul 08.25 – 09.25 WIB dengan interval pengambilan data setiap lima menit sekali.
ü  Lokasi pengamatan: Sepanjang jalan Ir. H. Djuanda dengan 4 titik pengamatan, yakni;
1.      Simpang Dago : -6.885274,107.61212128, ketinggian 788 mdpl
2.      SPBU Dago: -6.904445, 107.606961, ketinggian 725 mdpl
3.      RS Borromeus :  - 6.914864, 107.608242, ketinggian 713 mdpl
4.      Taman Cikapayang (Taman D A G O ) : -6.8985835, 107.6111895, ketinggian 749 mdpl

ü  Kondisi daerah pengamatan : Simpang Dago, SPBU Dago, dan RS Borromeus berkondisi jalan raya dengan pepohonan berjarak sekitar 4 meter dan gedung dengan jarak sekitar 10 meter. Sementara bagi Taman Cikapayang berada di dekat jembatan layang dan perempatan.

III.            Hasil Pengamatan

Berikut adalah tabel perbandingan temperatur dan CO di keempat titik pada hari Sabtu 14 Februari 2015 dan Minggu 15 Februari 2015 yang telah dirata-ratakan;

   
Temperatur (oC)
CO (ppm)
Sabtu
Minggu
Sabtu
Minggu
Titik 1: Simpang Dago
28.38
31.4
11.07
10.3
Titik 2 : SPBU Dago
28.30
29.07
1.15
0
Titik 3 : R S Borromeus
27.61
27.63
3.92
0
Titik 4 : Taman Cikapayang
28.7
29.84
2.53
0.46

Pada data CO terlihat bahwa CO pada hari Sabtu relatif lebih tinggi daripada hari Minggu karena pada hari Sabtu terdapat kendaraan bermotor yang melintasi Jalan Ir. H. Djuanda terutama di Taman Cikapayang yang dekat dengan perempatan jalan dan Simpang Dago yang relatif  lebih ramai dan banyak jumlah kendaraannya. Di sisi lain, pada hari Minggu CO jauh lebih rendah karena tidak adanya kendaraan bermotor yang melintas pada car free day, kecuali di Simpang Dago. Sedangkan terdeteksinya CO dalam jumlah kecil di Taman Cikapayang cenderung karena daerah tersebut merupakan kawasan merokok.

TEMPERATUR POTENSIAL


Temperatur potensial adalah suhu udara paket saat berpindah secara adiabatic pada ketinggian tertentu pada tekanan standar 1000mb.



= temperatur potensial pada hari Sabtu



= temperatur potensial pada hari Minggu



Titik 1 – Simpang Dago








Titik 2 – SPBU Dago






Titik 3 – RS Borromeus






Titik 4 - Taman Cikapayang







IV.            Analisis data

Pada hari Sabtu cuaca terlihat mendung. Cuaca yang mendung ini akan menyebabkan suhu udara semakin menurun dan kelembaban udara menjadi meningkat pada siang hari. Begitu pula sebaliknya pada hari Minggu, cuaca cerah dan tidak ada tutupan awan, cuaca yang cerah ini menyebabkan suhu meningkat dan kelembaban udara pun berkurang pada siang hari. Faktor suhu berpengaruh terhadap akumulasi CO, dimana sifat CO yang statis, bergerak dan berkumpul kemudian terakumulasi pada siang hari yang akan menyebabkan peningkatan suhu. Rata-rata kadar CO di sekitar SPBU Dago hari Sabtu adalah 1.1538462 ppm, di RS Borromeus adalah 3.9230769 ppm, dan di Taman Cikapayang adalah 1.50000002 ppm. Sedangkan pada saat car free day, selain Simpang Dago konsentrasi CO tidak terdeteksi, kecuali di dekat orang yang merokok di sekitar Taman Cikapayang.
Berdasarkan hasil pengamatan dan perolehan data kadar CO pada hari Sabtu 14 Februari dan hari Minggu 15 Februari 2015 diperoleh hasil yaitu kadar CO lebih tinggi pada hari Sabtu dibandingkan pada hari Minggu. Pada hari Sabtu terlihat banyak kendaraan yang melintas di sepanjang Jalan Ir. H. Djuanda (Jalan Dago). Pada jam 9.00 terdeteksi kadar CO paling tinggi. Sebagian besar kadar CO yang banyak ini dihasilkan oleh kendaraan bermotor yang sedang lalu lalang. Pada jam – jam tersebut banyak orang yang sedang melakukan perjalanan untuk pergi melakukan aktivitasnya. Hampir seluruh kendaraan tersebut mengemisikan gas CO ke udara. Kemudian CO yang merupakan hasil pembakaran tidak sempurna ini dan bersifat statis akan bergerak di atmosfer, berkumpul dan terakumulasi di udara hingga mencapai konsentrasi maksimumnya pukul 9.00 – 9.25 . Namun dari empat titik di sepanjang Jalan Ir. H. Djuanda tidak semuanya memiliki hasil yang sama.
Pada titik Taman Cikapayang dan Simpang Dago terlihat kadar CO lebih tinggi daripada titik di sekitar SPBU Dago dan RS Borromeus, hal ini dapat terjadi karena faktor kendaraan yang berlalu lalang di persimpangan lebih banyak karena ada 4 jalur yang di lewati kendaraan, daripada kendaraan yang berada di SPBU Dago dan RS Borromeus karena hanya 2 jalur. Hal ini juga terjadi pada hari Minggu saat car free day. Namun ketika car free day, tidak ada kendaraan yang melintasi Jalan Ir. Haji Djuanda tetapi kadar CO masih tetap terdeteksi karena banyaknya orang yang  merokok  di daerah tersebut. Pada hari Sabtu kadar rata-rata CO adalah 4.6730769 ppm di keempat titik sepanjang Jalan Ir. Haji Djuanda, sedangkan pada hari Minggu kadar rata-rata CO mencapai 3.9230769 ppm. Pada data diperoleh konsentrasi CO terendah pada hari Minggu disebabkan karena sepanjang Jalan Ir. Haji Djuanda  digunakan untuk car free day, maka tidak ada kendaraan yang melintasi jalan sepanjang Dago kecuali Simpang Dago dan Taman Cikapayang, maka seluruh kendaraan akan berpusat di persimpangan tersebut yang menyebabkan kadar CO di daerah tersebut makin tinggi.
Data tersebut menyebutkan bahwa nilai temperatur potensial yang tinggi pada tiap titiknya terjadi pada hari Minggu, meskipun pengamatan dilakukan dalam tempat yang sama dan interval pengambilan data juga sama. Jika kita lihat dari data CO, yang terbanyak nilainya adalah pada saat hari Sabtu saat banyak kendaraan yang melintas. Dari kendaraan sendiri cukup menyumbang pengaruh kenaikan temperatur di udara sekitar. Padahal hari Minggu pada saat car free day dan saat pengamatan kendaraan yang berlalu lalang sangatlah sedikit. Hal ini membuktikan ada faktor lain yang menyebabkan perbedaan temperatur potensial tersebut, salah satunya adalah panas yang dikeluarkan oleh tubuh manusia. Saat ada banyak orang yang berkumpul dalam suatu tempat, masing-masing dari mereka melepaskan kalor ke sekelilingnya, kalor tersebut akan terakumulasi sehingga menyebabkan suhu udara di sekitar naik. Jika suhu udara naik, maka temperatur potensial pun akan naik, karena seperti pada persamaan di atas bahwa temperatur potensial sebanding dengan nilai temperatur yang tercatat. Selain itu faktor lainnya adalah tekanan dan ketinggian tempat dalam acuan/level yang sama (misal pengukuran ketinggian dengan menggunakan level permukaan laut).

KESIMPULAN :
                        Dari hasil pengamatan, dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu :
1.      Penggunaan alat pendeteksi CO yang  dapat bekerja dengan sensor dan mendeteksi keberadaan CO di lingkungan ini cukup mudah digunakan
2.      Kadar CO di simpang Dago lebih tinggi pada hari minggu karena banyaknya kendaraan yang melewati 4 jalur di persimpangan karena disepanjang dago tidak dapat dilewati karena car free day
3.      Kadar CO secara keseluruhan pada hari sabtu lebih tinggi dibandingkan hari minggu, karena banyak kendaraan yang melintas sepanjang Jalan Dago, maupun di persimpangan.
4.      Kadar CO pada hari minggu di car free day di sebabkan salah satunya oleh asap rokok.
5.      CO yang bersifat statis yang bergerak dan berkumpul kemudian terakumulasi maksimum pada jam (jam berapa yang paling tinggi)
6.      Pengamatan kadar CO dipengaruhi oleh kondisi cuaca
7.      Kendaraan bermotor dan panas dari tubuh manusia dapat mempengaruhi temperatur potensial.











Lampiran Data Pengamatan


Kelompok 8, Sabtu 14 Februari 2015 – Simpang Dago
No
Waktu
Temperatur (oC)
Tekanan (hPa)
Kelembapan (%)
CO (ppm)
1
8.25
26
924.3
72
14
2
8.30
27
924.3
70
8
3
8.35
28
925.5
79
15
4
8.40
29
925.5
79
20
5
8.45
29
924.3
64
4
6
8.50
29
924.6
62
13
7
8.55
29
924.7
67
8
8
9.00
29
924.8
65
8
9
9.05
29
925.5
79
14
10
9.10
28
924.9
66
3
11
9.15
28
924.9
67
12
12
9.20
28
924.9
68
25
13
9.25
30
929.2
61
0

Rata-rata
28.38461538
925.1846154
69.15384615
11.076923




Kelompok 5, Minggu 15 Februari 2015 – Simpang Dago

No
Waktu
Temperatur (oC)
Tekanan (hPa)
Kelembapan (%)
CO (ppm)

1
8.25
31
924.8
63
9

2
8.30
31
924.8
61
10

3
8.35
31
924.8
59
3

4
8.40
31
924.9
59
11

5
8.45
31
925
59
7

6
8.50
32
925
57
6

7
8.55
31
925
58
7

8
9.00
31
925
59
5

9
9.05
31
925.1
63
38

10
9.10
32
925.1
56
2

11
9.15
32
925.1
56
5

12
9.20
32
925
59
15

13
9.25
33
925
54
16


Rata-rata
31.46153846
924.9692308
58.69230769
10.30769231


Kelompok 3,  Sabtu 14 Februari 2015 – RS Borromeus
No
Waktu
Temperatur (oC)
Tekanan (hPa)
Kelembapan (%)
CO (ppm)
1
8.25
28
967.3
67
1
2
8.30
28
927.3
69
2
3
8.35
28
927.4
67
0
4
8.40
28
927.3
69
5
5
8.45
29
927.6
68
7
6
8.50
29
927.7
69
4
7
8.55
28
927.9
65
1
8
9.00
28
928
66
5
9
9.05
27
927.9
68
6
10
9.10
27
928.1
69
4
11
9.15
27
928.2
70
5
12
9.20
26
928.2
70
6
13
9.25
26
928.2
72
5

Rata-rata
27.61538462
930.8538462
68.38461538
3.9230769


Kelompok 1,  Minggu 15 Februari 2015 – RS Borromeus

No
Waktu
Temperatur (oC)
Tekanan (hPa)
Kelembapan (%)
CO (ppm)
1
8.25
27.2
928.8
68
0
2
8.30
27.3
928.7
68
0
3
8.35
27.8
928.7
69
0
4
8.40
28.7
928.8
64
0
5
8.45
28.8
928.9
68
0
6
8.50
27.8
929
69
0
7
8.55
27.4
928.9
71
0
8
9.00
27.3
929
73
0
9
9.05
27.7
929
69
0
10
9.10
27.6
929
68
0
11
9.15
27.3
928.9
69
0
12
9.20
27.2
928.9
70
0
13
9.25
27.2
928.9
71
0

Rata-rata
27.63846154
928.8846154
69
0











Kelompok 6, Sabtu 14 Februari 2015 – SPBU Dago
No
Waktu
Temperatur (oC)
Tekanan (hPa)
Kelembapan (%)
CO (ppm)
1
8.25
30
925.7
70
0
2
8.30
30
925.6
68
0
3
8.35
29
925.7
70
1
4
8.40
29
925.7
70
1
5
8.45
29
925.8
70
2
6
8.50
29
926.1
69
2
7
8.55
28
926.2
71
2
8
9.00
28
926.2
76
3
9
9.05
28
926.1
77
1
10
9.10
27
926.3
77
1
11
9.15
27
926.3
79
1
12
9.20
27
926.5
78
1
13
9.25
27
926.4
76
0

Rata-rata
28.30769231
926.0461538
73.15384615
1.1538462

Kelompok 2,  Minggu 15 Februari 2015 – SPBU Dago
No
Waktu
Temperatur (oC)
Tekanan (hPa)
Kelembapan (%)
CO (ppm)
1
8.25
27
926.6
83
0
2
8.30
27
926.5
82
0
3
8.35
27
926.6
80
0
4
8.40
27
926.7
80
0
5
8.45
28
926.7
79
0
6
8.50
28
926.8
73
0
7
8.55
28
926.8
70
0
8
9.00
29
928.8
66
0
9
9.05
30
926.8
64
0
10
9.10
31
928.8
58
0
11
9.15
32
926.7
57
0
12
9.20
32
926.6
53
0
13
9.25
32
926.7
56
0

Rata-rata
29.07692308
927.0076923
69.30769231
0

Kelompok 7,  Sabtu 14 Februari 2015 – Taman Cikapayang
No
Waktu
Temperatur (oC)
Tekanan (hPa)
Kelembapan (%)
CO (ppm)
1
8.25
29.8
928.8
61
3
2
8.30
30.2
928.8
58
0
3
8.35
29.2
928.7
62
5
4
8.40
28
928.8
64
3
5
8.45
27.3
928.9
67
1
6
8.50
26.7
929.2
70
2
7
8.55
29.2
929.3
61
2
8
9.00
29.6
929.4
62
4
9
9.05
28.8
929.3
64
4
10
9.10
28.3
929.5
66
0
11
9.15
27.7
929.6
67
5
12
9.20
28.4
929.6
64
3
13
9.25
29.9
929.6
61
1

Rata-rata
28.7
929.1923077
63.61538462
2.538461538

Kelompok 4,  Minggu 15 Februari 2015 – Taman Cikapayang
No
Waktu
Temperatur (oC)
Tekanan (hPa)
Kelembapan (%)
CO (ppm)
1
8.25
31
929
65
0
2
8.30
30
929
65
3
3
8.35
29
929
67
0
4
8.40
29
929.1
69
0
5
8.45
29
929.1
69
1
6
8.50
30
929.2
66
0
7
8.55
30
929.2
66
0
8
9.00
30
929.3
60
0
9
9.05
30
929.3
61
1
10
9.10
30
929.2
62
0
11
9.15
30
929.2
63
1
12
9.20
30
929.2
59
0
13
9.25
30
929.2
61
0

Rata-rata
29.84615385
929.1538462
64.07692308
0.4615385