Sunday 26 April 2015

LINGKUNGAN SEKITAR YANG TELAH MENGALAMI PERUBAHAN DARI DULU HINGGA SEKARANG


Perubahan iklim telah berdampak banyak pada lingkungan. Lingkungan sekitar yang saya ketahui mengalami banyak perubahan dari dulu hingga sekarang adalah lingkungan Kota Bandung. Sejak dulu, Bandung mendapat banyak julukan yang indah. Beberapa julukan di antaranya yang paling terkenal adalah “Kota Kembang” dan “Paris van Java”. Julukan Bandung sebagai “Kota Kembang” muncul karena pada zaman dulu kota ini dinilai sangat cantik karena banyaknya pohon dan bunga yang tumbuh di sana. Dulu, Bandung terkenal dengan keindahan alam dan kesejukan udaranya. Suasana itu sangat disenangi oleh orang-orang kolonial dan karena itulah Bandung dikenal sebagai Kota Paris-nya Pulau Jawa atau “Paris van Java”. Tak heran jika banyak orang yang tertarik untuk mengunjungi bahkan tinggal di Kota Bandung.
Seiring berjalannya waktu, Bandung terus berkembang menjadi sebuah kota metropolitan karena jumlah penduduknya terus bertambah hingga menjadi 2.483.977 jiwa (data tahun 2013). Pertambahan jumlah penduduk ini diiringi dengan meningkatnya pembangunan di Kota Bandung. Sayangnya, ada beberapa wilayah di Bandung yang pembangunannya tidak tertata atau bahkan ilegal. Di dekat kampus ITB Ganesha, terdapat area perkampungan yang terbilang agak kumuh di daerah Tamansari dan Plesiran. Perkampungan ini terlihat dari atas jembatan layang Pasupati. Di wilayah Bandung Utara, pembangunan berlangsung tidak terkendali dan cenderung ilegal. Wilayah Bandung Utara yang dulu banyak ditutupi oleh hutan lindung, sekarang telah tergantikan oleh banyak bangunan. Saat ini, terdapat banyak hotel, villa, bahkan apartemen yang bertengger di wilayah Bandung Utara. Daerah Dago Pakar saat ini telah digunduli dan disiapkan sebagai wilayah kaum elit yang terdiri atas perumahan, komplek villa, dan tempat rekreasi.
Perubahan lingkungan yang selanjutnya terlihat di Kota Bandung adalah kondisi sungai Cikapundung yang kotor dan banyak terdapat sampah. Hal ini tergolong tak lazim untuk sungai yang terletak di dataran tinggi. Biasanya, sungai yang berada di dataran tinggi cenderung masih bersih. Bahkan, kondisi Sungai Cikapundung di bagian Curug Dago telah tercemar. Dari Bandung Utara hingga Bandung Tengah, bantaran Sungai Cikapundung banyak dipenuhi oleh bangunan yang menyebabkan terjadinya penyempitan sungai.
Beberapa daerah di Kota Bandung memiliki sistem drainase yang buruk. Hal itu diperparah lagi dengan berkurangnya luas daerah Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Bandung. Salah satu dampak yang terlihat dari kondisi tersebut adalah meningkatnya surface runoff. Fenomena ini dapat terlihat dengan jelas di sepanjang Jalan Ir. H. Juanda di daerah Dago (Bandung Utara) jika terjadi hujan deras. Jalan ini dapat berubah menjadi “sungai kecil” ketika terjadi hujan deras karena banyaknya air yang meluap dari dalam selokan dan sungai.
Jumlah penduduk Bandung yang kian meningkat berdampak pada meningkatnya mobilitas yang terjadi di Kota Bandung. Selama ini, masih banyak penduduk Bandung yang menggunakan kendaraan pribadi karena masih kurang baiknya angkutan umum. Tidak hanya dari penduduk asli Bandung, mobilitas yang tinggi di Kota Bandung juga disumbang oleh kendaraan pribadi dari Jakarta, terutama pada akhir pekan. Tak heran jika polusi udara di Kota Bandung terus meningkat. Kondisi ini diperparah oleh faktor alam berupa topografi wilayah Bandung yang berbentuk cekungan. Topografi cekungan ini akan cenderung menghambat pertukaran udara dan mengurung polutan udara. Bukti adanya penumpukan polutan udara di Kota Bandung bisa terlihat dari daerah Dago Pakar dan jembatan layang Pasupati. Dari daerah Dago Pakar dapat terlihat adanya haze yang menutupi wilayah cekungan Bandung. Haze ini juga dapat terlihat dari atas jembatan layang Pasupati. Keberadaan haze menyebabkan berkurangnya visibilitas/jarak pandang. Karena adanya haze ini, gedung-gedung tinggi yang jaraknya tidak terlalu jauh dari pengamat terlihat agak kabur.

Pada siang hari yang cerah, suhu udara di Kota Bandung cenderung panas, terutama di daerah yang jarang pepohonan. Meski demikian, pada musim hujan suhu udara di Kota Bandung cenderung normal. Pada musim kemarau, suhu udara di Kota Bandung pada siang hari tak jarang mencapai 300C atau lebih. Bahkan, menurut data dari BMKG, suhu udara di Kota Bandung pernah mencapai 350C pada abad ke-21 ini. Penyebab dari memanasnya cuaca di Kota Bandung adalah Urban Heat Island. Fenomena Urban Heat Island di Kota Bandung disebabkan oleh bertambahnya jumlah bangunan, bertambahnya jumlah gedung tinggi, berkurangnya luas daerah RTH, dan meningkatnya albedo permukaan. Salah satu dampak dari memanasnya suhu udara di Kota Bandung adalah berkurangnya frekuensi terjadinya kabut di Kota Bandung. Pada zaman dahulu, kabut merupakan fenomena yang sering terjadi di Bandung, tak terkecuali di area Kampus ITB Ganesha. Berbeda dengan dahulu, sekitar 30 tahun yang lalu, kini di Bandung sudah sangat jarang terjadi kabut di pagi hari.

Monday 20 April 2015

PROYEKSI PERBAHAN TEMPERATUR GLOBAL TERHADAP KENAIKAN MUKA LAUT DI PULAU-PULAU INDONESIA 100 TAHUN MENDATANG



Isu pemanasan global dan perubahan iklim muncul dan mulai diperbincangkan setelah dilakukannya pengamatan rata-rata temperatur global sejak abad ke-19. Hasil pengamatan tersebut menunjukkan adanya tren peningkatan rata-rata temperatur global sebesar 0,740C antara tahun 1906 hingga tahun 2005. Menurut grafik di samping (sumber: Climate Change 2014 Synthesis Report (IPCC)), proyeksi peningkatan rata-rata temperatur global mulai tahun 2005 hingga tahun 2100 berkisar antara 0,8 – 4,00C.
Meningkatnya rata-rata temperatur global menyebabkan berkurangnya luas tutupan es di Lautan Arktik, Greenland, dan Antarktika karena mencair. Selain itu, meningkatnya rata-rata temperatur global juga menyebabkan terjadinya peningkatan suhu air laut, terutama di lapisan atas. Dalam skala global, penghangatan air laut paling intens terjadi di dekat permukaan. Lapisan air laut dari permukaan hingga kedalaman 75 m meningkat suhunya sekitar 0,110C per dekade dari tahun 1971 – 2010. Adanya proyeksi peningkatan rata-rata temperatur global hingga tahun 2100 juga akan memunculkan proyeksi penurunan luas tutupan es di Bumi dan proyeksi peningkatan suhu rata-rata air laut secara global. Tutupan es yang berkurang dan mencair karena pemanasan global akan berakibat pada meningkatnya volume air laut global. Penghangatan air laut akibat pemanasan global juga akan menyebabkan peningkatan volume air laut global karena pemuaian. Konsekuensi dari peningkatan volume air laut ini adalah peningkatan rata-rata ketinggian muka air laut secara global. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan rata-rata ketinggian air laut global sebesar 0,17 m dari tahun 1900 – 2010. Dari hasil pemodelan oleh IPCC yang tercantum pada Climate Change 2014 Synthesis Report, proyeksi kenaikan muka air laut global selama abad ke 21 ini (hingga tahun 2100) berkisar antara 0,4 – 0,7 m.


Kedua peta menunjukkan proyeksi kenaikan muka air laut secara global hingga tahun 2100 (relatif terhadap periode tahun 1986 – 2005). Peta di sebelah kiri menunjukkan proyeksi kenaikan minimum, sedangkan di sebelah kanan kenaikan maksimum. Dengan melihat ke wilayah Indonesia pada kedua peta di atas dan melakukan interpolasi sederhana, dapat diketahui bahwa proyeksi kenaikan muka air laut di wilayah Indonesia hingga tahun 2100 (relatif terhadap periode tahun 1986 – 2005) memiliki kisaran antara 0,43 – 0,64 m.


Peta Indonesia dengan Wilayah Tertanda yang Beberapa Pulaunya Terancam Hilang karena Kenaikan Muka Air Laut hingga Tahun 2100

Jika memang ketinggian air laut di wilayah Indonesia naik 1,1 m pada abad ini (hingga tahun 2100), maka jumlah pulau-pulau sedang di Indonesia yang akan hilang karena terendam air laut adalah 115 pulau. Untuk memperkirakan luas daratan Indonesia yang terendam karena naiknya muka air laut sebesar 0,43 – 0,64 m hingga tahun 2100 (menurut proyeksi IPCC tahun 2014), perlu dilakukan interpolasi pada data tabel berikut;

Sumber : Susandi, dkk. 2008

Tabel Proyeksi Kenaikan Muka Air Laut di Indonesia dan Luas Daerah yang Terendam

pada Tahun 2010, 2050, dan 2100

Wednesday 15 April 2015

PERMASALAHAN LINGKUNGAN DI BANDUNG


Sebagai kota besar, Bandung tidak terlepas dari berbagai macam permasalahan lingkungan. Masalah-masalah tersebut dapat dibagi menjadi 5 golongan, antara lain sampah, polusi udara, limbah, alih fungsi lahan, dan urban heat island. Namun, hanya ada 3 masalah yang dibahas di esai ini, antara lain sampah, polusi udara, dan alih fungsi lahan.
Sampah merupakan permasalahan paling klasik di Bandung. Penumpukan sampah di beberapa sudut Kota Bandung sudah menjadi pemandangan sehari-hari. Bandung yang dulu dijuluki “Kota Kembang” kini telah menjelma menjadi kota yang penuh sampah. Statistik menunjukkan bahwa Kota Bandung setiap harinya menghasilkan sampah sebanyak 8.418 m3 dan hanya bisa diolah sekitar 65 %. Akibatnya, penumpukan sampah tidak dapat dihindari. Akar permasalahan dari penumpukan sampah ini berasal dari gaya hidup masyarakat dan pengelolaan sampah yang kurang baik. Jika masyarakat semakin konsumtif, maka semakin banyak barang yang akan terbeli dan semakin banyak sampah anorganik yang akan dihasilkan. Selain itu, kesadaran masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya masih kurang. Pengelolaan sampah pun masih terbilang buruk karena hanya mengandalkan TPA (Tempat Pembuangan Akhir) dan kendaraan pengangkut sampah.
Udara Kota Bandung akhir-akhir ini semakin kotor akibat peningkatan aktivitas warga kota menggunakan kendaraan bermotor. Berdasarkan penelitian tahun 2012, hampir sejumlah ruas jalan utama menjadi kawasan dengan tingkat polusi udara tinggi. Di tahun 2013, konsentrasi gas CO di beberapa ruas jalan utama sudah mencapai 11 – 18 ppm yang berarti melewati ambang batas 9 ppm. Akibatnya, semakin banyak warga Kota Bandung yang mengalami gangguan pernapasan dan semakin sering terjadi hujan asam. Akar permasalahan polusi udara di Kota Bandung berasal dari mobilitas kendaraan bermotor yang tinggi dan topografi wilayah Bandung. Mobilitas yang tinggi terjadi karena masih rendahnya kesadaran masyarakat menggunakan angkutan umum dan tata ruang kota yang kurang baik. Topografi wilayah Bandung yang berbentuk cekungan juga memperparah penumpukan polusi udara karena bentuk topografi seperti itu akan menghambat sirkulasi udara dan cenderung membuat polusi udara terperangkap.
Alih fungsi lahan mulai marak terlihat di kawasan Bandung Utara. Kawasan yang menjadi lahan konservasi resapan air itu kini telah beralih menjadi tempat berdirinya sejumlah hotel, apartemen, villa, resort, bahkan perumahan elit. Padahal daerah tersebut memiliki fungsi sebagai wilayah tangkapan di daerah hulu, dan menjadi daerah yang dapat menghasilkan air tanah, dimana 60 % cadangan air tanah dihasilkan oleh daerah tersebut. Dampak buruk yang sudah terlihat akibat alih fungsi lahan tersebut adalah semakin sering terjadinya longsor di wilayah Bandung Utara. Berkurangnya luas lahan resapan air di Bandung Utara juga akan mengurangi suplai air tanah di wilayah Bandung. Para ahli memperkirakan bahwa pada 10 – 20 tahun mendatang, wilayah Bandung terancam krisis air. Menurut para pakar lingkungan, untuk memulihkan kembali kondisi air kota Bandung butuh waktu 25 tahun. Dengan catatan, apabila masyarakat mendukungnya dengan cara menghemat air, rehabilitasi hutan, pengelolaan kualitas air tanah dan sungai secara benar.


Saturday 11 April 2015

HUBUNGAN ANTARA SAMPAH MENUMPUK DI SUNGAI DENGAN TERGANGGUNYA SIKLUS HIDROLOGI


Sampah yang dibuang ke lingkungan menimbulkan dampak bagi manusia dan lingkungan. Dampak terhadap manusia terutama menurunnya tingkat kesehatan. Disamping itu, sampah juga mengurangi estetika, menimbulkan bau tidak sedap. Sampah juga berdampak terhadap lingkungan, baik ekosistem perairan maupun ekosistem darat.

1. Dampak sampah terhadap ekosistem perairan
Sampah yang dibuang dari berbagai sumber dapat dibedakan menjadi sampah organik dan anorganik. Pada satu sisi sampah organik dapat menjadi makanan bagi ikan dan makhluk hidup lainnya, tetapi pada sisi lain juga dapat sampah juga dapat mengurangi kadar oksigen dalam lingkungan perairan. Sampah anorganik dapat mengurangi sinar matahari yang masuk ke dalam lingkungan perairan. Akibatnya, proses esensial dalam ekosistem seperti fotosintesis menjadi terganggu.
Sampah organik maupun anorganik juga membuat air menjadi keruh. Kondisi ini akan mengurangi organisma yang dapat hidup dalam kondisi tersebut. Akibatnya populasi hewan maupun tumbuhan tertentu berkurang
Cairan rembesan sampah yang masuk ke dalam drainase atau sungai akan mencemari air. Berbagai organisma termasuk ikan dapat mati sehingga beberapa spesies akan lenyap, hal ini mengakibatkan berubahnya ekosistem perairan biologis. Penguraian sampah yang dibuang ke dalam air akan menghasilkan asam organik dan gas-cair organik, seperti metana. Selain berbau kurang sedap, gas ini dalam konsentrasi tinggi dapat meledak.

2. Dampak sampah terhadap ekosistem daratan
Sampah yang dibuang ke dalam ekosistem darat dapat mengundang organisma tertentu untuk datang dan berkembangbiak. Organisma yang biasanya memanfaatkan sampah, terutama sampah organik, adalah tikus, lalat, kecoa dan lain-lain. Populasi hewan tersebut dapat meningkat tajam karena musuh alami mereka tidak sudang sangat jarang.

3. Dampak sampah terhadap kesehatan
Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai (pembuangan sampah yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisma dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalat dan anjing yang dapat menjangkitkan penyakit. Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan diantaranya penyakit diare, kolera, tifus. Penyakit demam berdarah (haemorhagic fever) dapat juga meningkat dengan cepat di daerah yang pengelolaan sampahnya kurang memadai. Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit).
Saat ini masalah lingkungan cukup sering diperbincangkan. Sebagaimana telah diketahui bersama bahwa lapisan ozon kini semakin menipis. Dengan terus menipisnya lapisan itu, sangat dikhawatirkan bila lapisan ini tidak ada atau menghilang sama sekali dari alam semesta ini. Tanpa lapisan ozon sangat banyak akibat negatif yang akan menimpa makhluk hidup di muka bumi ini, antara lain: penyakit-penyakit akan menyebar secara menjadi-jadi, cuaca tidak menentu, pemanasan global, bahkan hilangnya suatu daerah karena akan mencairnya es yang ada di kutub Utara dan Selatan. Jagat raya hanya tinggal menunggu masa kehancurannya saja. Memang banyak cara yang harus dipilih untuk mengatasi masalah ini. Para ilmuwan memberikan berbagai masukan untuk mengatasi masalah ini sesuai dengan latar belakang keilmuannya. Para sastrawan pun tak ketinggalan untuk berperan serta dalam menanggulangi masalah yang telah santer belakangan ini.

Sebelumnya orang menduga masalah lingkungan global lebih banyak dipengaruhi faktor alam, seperti iklim, yang mencakup temperatur, curah hujan, kelembaban, tekanan udara dll. Kebanyakan masalah lingkungan sekarang ini disebabkan oleh kegiatan sosial ekonomi manusia.  Memburuknya lingkungan akibat kegiatan itu berpengaruh terhadap bumi secara keseluruhan baik pada masa sekarang maupun pada masa yang akan datang. Peningkatan emisi CO2 yang menyertai konsumsi bahan bakar fosil dan pemanasan global berakibat pada memburuknya kualitas air, meningkatnya limbah akibat perubahan gaya hidup, dan lain-lain.
Sekarang ini, pemanasan global merupakan masalah yang paling menarik perhatian di antara masalah lingkungan yang menyebabkan peningkatan suhu, perubahan iklim, meningkatnya permukaan air laut, dan perubahan ekologi yang memberikan pengaruh besar kepada dasar eksistensi manusia. Selain itu, masalah kerusakan lapisan ozon, hujan asam, oksidan fotokimia, dan lain-lain memberikan pengaruh kepada kesehatan dan lingkungan, bukan hanya masalah lingkungan udara, tetapi juga masalah lingkungan air dan tanah yang berada dalam kondisi yang tidak dapat diabaikan.
Salah satu masalah lingkungan adalah limbah yang dihasilkan dari kegiatan sosial ekonomi saat ini, berupa produksi skala besar, konsumsi skala besar, limbah skala besar, dan dari limbah kemudian timbul masalah pada bumi berupa perpindahan limbah beracun dari negara maju ke negara berkembang.
Masalah lingkungan dapat berakibat pada rusaknya lingkungan alam yang berharga seperti hutan, sungai, pantai dan lain-lain, selain dapat merusak keragaman hayati yang sangat penting untuk manusia. Karena itu perlu upaya yang terkoordinasi secara internasional untuk menghadapi masalah ini.

 Pemanasan Global – Perubahan Iklim

Saat ini masalah lingkungan yang paling menarik perhatian adalah pemanasan global. Bumi menerima energi yang dipancarkan oleh matahari dan menjadi hangat, dan menjadi dingin karena melepaskan energi ke ruang angkasa. Apabila energi berada dalam keseimbangan maka suhu bumi juga akan tetap dan stabil. Tetapi jika konsentrasi gas di udara (gas rumah kaca) yang berfungsi mencegah lepasnya energi ke ruang angkasa meningkat, maka terjadilah ketidakseimbangan dan suhu permukaan bumi akan meningkat. Peningkatan suhu ini menyebabkan perubahan iklim dan meningkatnya permukaan air laut. Perubahan tersebut memberikan efek yang besar pada dasar eksistensi manusia seperti misalnya ekologi. Inilah yang disebut masalah pemanasan global. IPCC dengan WMO sebagai forum diskusi tingkat pemerintah mengenai masalah pemanasan global bersama United Nations Environmental Programs (UNEP) melaporkan bahwa 64% di antara gas rumah kaca adalah CO2. Oleh karena sekitar 80% jumlah CO2 yang dihasilkan berasal dari konsumsi bahan bakar fosil, maka pengurangan CO2 menjadi topik yang penting. Sudah terlihat bahwa pemanasan global berakibat pada meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca meningkatnya suhu rata-rata bumi dan meningkatnya permukaan air laut. IPCC dalam laporan keduanya berdasarkan data pada tahun 1995, mengakui bahwa pemanasan global telah terjadi akibat dari efek artifisial karena meningkatnya emisi gas rumah kaca sejak terjadinya revolusi industri. Berikut ini dapat dilihat pengaruh pemanasan tersebut berdasarkan laporan ke-2 IPCC.

1)      Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca
Konsentrasi gas rumah kaca di udara konstan pada masa sebelum revolusi industri di pertengahan tahun 1700-an, kemudian meningkat sesudah revolusi industri, dan meningkat sangat pesat pada akhir-akhir ini. Menurut IPCC, konsentrasi CO2 pada masa sebelum revolusi industri sebesar 280 ppmv menjadi 358 ppmv pada tahun 1994 (ppmv = satu per sejuta bagian, perbandingan volume). Penyebabnya adalah sebagian besar sebagai akibat dari aktivitas manusia yang sebagian besar adalah karena pemanfaatan bahan bakar fosil, perubahan pola penggunaan tanah dan pertanian.

2)      Perubahan iklim dan peningkatan permukaan air laut
Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca akan meningkatkan suhu rata-rata bumi, dan peningkatan suhu udara membuat permukaan air laut meningkat melalui pemuaian air laut, pelelehan es di kutub atau di gunung tinggi. Sejak memasuki abad ini, dari data diketahui jumlah gunung es semakin berkurang, dan terlihat adanya perubahan yang dapat menjadi masalah serius seperti gejala suhu tinggi ekstrim, meningkatnya kemungkinan banjir dan kekeringan. Menurut IPCC, suhu bumi rata-rata meningkat 0,3 – 0,6 oC sejak akhir abad 19 dan permukaan air laut meningkat 10 – 25 cm selama 100 tahun terakhir. Diperkirakan pada tahun 2100 suhu udara rata-rata seluruh bumi meningkat 2 oC dibanding tahun 1990, permukaan air laut akan naik 50 cm, dan sesudah tahun itupun suhu akan terus meningkat. Selain itu, walaupun misalnya peningkatan konsentrasi gas rumah kaca dapat dihentikan sampai akhir abad 21, diperkirakan bahwa peningkatan suhu dan meningginya air laut akan terus berlanjut.
Peningkatan permukaan air laut dan iklim yang menjadi ekstrim menimbulkan kekhawatiran meningkatnya banjir dan gelombang pasang di daerah pantai. Misalnya permukaan air laut meningkat 50 cm, jika tidak dilakukan tindakan pencegahan maka populasi dunia yang rentan terhadap gelombang pasang diperkirakan akan meningkat dari jumlah saat ini 46 juta orang menjadi 92 juta orang.

3)       Hujan asam

Hujan asam adalah air hujan, embun dan salju yang memiliki tingkat keasaman tinggi (pH rendah) akibat terlarutnya asam sulfat dan asam nitrat. Ini disebabkan terutama karena emisi SOx dan NOx dari pembakaran bahan bakar fosil ke udara. Akibat hujan asam ini air di atas bumi seperti air danau dan air sungai menjadi asam, dan ini akan memberikan pengaruh kepada pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya alam, memberikan pengaruh kepada berbagai jenis ikan, memberikan pengaruh kepada hutan karena tanah menjadi asam, juga secara langsung menempel pada bangunan kayu atau warisan budaya yang menyebabkan rusaknya bangunan tersebut. Jadi, rentang pengaruhnya luas. Hujan asam bisa mencapai wilayah 500 – 1000 km dari sumber lepasan materi penyebab hujan asam, dan karena itu salah satu karakteristiknya adalah bahwa gejala ini melingkupi wilayah yang luas, melampaui batas-batas negara.

Monday 6 April 2015

ORBIT : EARTH’S EXTRAORDINARY JOURNEY

Film Orbit ini membahas secara keseluruhan dan menarik hubungan antara rotasi Bumi dengan kondisi cuaca dan iklim. Perputaran Bumi memiliki pengaruh penting terhadap atmosfer. Bumi memerlukan waktu 365 hari untuk membuat satu orbit utuh mengelilingi matahari. Dalam satu tahun kita telah mengalami perjalanan yang luar biasa dalam setiap langkah bumi berevolusi. Rotasi bumi berpengaruh terhadap perubahan siang dan malam bahkan lebih kompleks lagi yaitu fenomena alam seperti badai. Untuk mengerti bagaimana bumi berotasi kita akan menerbangkan balon yang diisi dengan gas helium dan kamera di pasang pada balon tersebut. Pada ketinggian 20.000 m diatas permukaan laut, langit terlihat gelap, padahal balon diterbangkan pada siang hari. Hal itu menunjukkan pada ketinggian itu atmosfer sudah sangat tipis. Kemudian, balon tersebut pecah dan jatuh dengan kecepatan 100 mil per jam. Jatuhnya balon  menyamping dan  menunjukkan adanya pengaruh rotasi bumi terhadap pergerakan balon.
Sementara di Ekuador, tepat di garis khatulistiwa sang presenter mencoba menyetir mobil dengan kecepatan 60 mil/jam. Tapi dia mengklaim, mobilnya saat itu adalah kendaraan tercepat di bumi, karena arah mobilnya sama dengan arah rotasi bumi, yaitu ke timur. Kecepatan rotasi bumi yang tertinggi adalah di khatulistiwa, sekitar 1000 mil/jam, karena khatulistiwa adalah lingkar terbesar Bumi. Saat itu dia mengendarai mobil berkecepatan lebih dari 1000 mil/jam, bila pengamat berada diluar angkasa dalam keadaan diam.

Berlanjut ke Teluk Meksiko,  adalah pengaruh rotasi bumi pada dinamika atmosfer. Bulan September adalah bulan yang dianggap bulan badai oleh orang Meksiko. Badai tercipta karena ada tekanan udara rendah dikelilingi oleh tekanan udara yang tinggi. Artinya tercipta angin yang berarah ke tengah. Tapi gaya coriolis, gaya akibat rotasi bumi, akan membelokkan segala sesuatu yang bergerak horizontal pada permukaan bumi. Angin yang menuju ke tengah terebut juga dibelokkan, dan karena kecepatan anginnya kuat dan gaya coriolisnya juga kuat, terjadilah hurricane. Di kutub tidak ada hurricane karena anginnya lemah meskipun gaya coriolisnya tinggi. Di khatulistiwa juga tidak ada hurricane karena gaya coriolisnya lemah.

Untuk membuktikan efek rotasi bumi pada pergerakan benda di bumi, akan dilempar bola diatas bidang yang berputar. Ketika dilihat dari kerangka yang berputar (kita ikut berputar), terlihat bola berbelok ketika dilempar lurus. Itulah gaya coriolis. Sirkulasi global di atmosfer seperti sel hadley, ferrel dan kutub juga mengalami pembelokan oleh gaya coriolis, yang menimbulkan jet stream. Gaya coriolis yang kuat menyebabkan angin topan selalu berbelok dan tidak akan sampai ke mata topan, meskipun mata topan adalah pusat tekanan randah. Oleh sebab itu pada mata topan cuacanya cerah dan anginnya tenang.

Gaya coriolis tidak hanya berpengaruh pada sirkulasi atmosfer, tapi juga pada sirkulasi samudera. Arus laut bergerak karena perbedaan densitas/kerapatan. Perbedaan ini menyebabkan arus laut bergerak. Namun, karena gaya coriolis, pergerakan arus laut melingkar dan membentuk gyre. Arus laut ini sangat mempengaruhi pergerakan hewan laut, sehingga akan mempengaruhi banyak sedikitnya ikan pada daerah tertentu. Perubahan arah arus dari pengaruh angin yang terpengaruh gaya coriolis yang merupakan hasil kesetimbangan antara efek gesekan di laut dan gaya fiktif yang timbul akibat rotasi bumi itu sendiri disebut Spiral Eckman.

Pada bulan Desember, musim dingin di Inggris terkadang dingin kering, namun terkadang juga cerah dan basah. Ketidakpastian ini diakibatkan rotasi Bumi dan lokasi Inggris yang berada di antara dua sel iklim, sehingga menyebabkan terjadinya tabrakan antara udara dingin dan udara hangat. Hal ini menyebabkan timbulnya front, dimana kedua massa udara bertabrakan. Tetapi ada faktor lain yang juga menyebabkan cuaca di Inggris sulit diprediksi, yaitu karena sel-sel sirkulasi udara yang bergerak. Gerakan ini dapat dipengaruhi oleh fenomena yang dihasilkan tepat di perbatasan antar sel. Di udara atas angin bertiup sekitar 10km/jam yang disebut sebagai jetstream. Pergeseran sabuk jetstream menjadi batas anara sel-sel sirkulasi di Bumi.