Sunday 26 April 2015

LINGKUNGAN SEKITAR YANG TELAH MENGALAMI PERUBAHAN DARI DULU HINGGA SEKARANG


Perubahan iklim telah berdampak banyak pada lingkungan. Lingkungan sekitar yang saya ketahui mengalami banyak perubahan dari dulu hingga sekarang adalah lingkungan Kota Bandung. Sejak dulu, Bandung mendapat banyak julukan yang indah. Beberapa julukan di antaranya yang paling terkenal adalah “Kota Kembang” dan “Paris van Java”. Julukan Bandung sebagai “Kota Kembang” muncul karena pada zaman dulu kota ini dinilai sangat cantik karena banyaknya pohon dan bunga yang tumbuh di sana. Dulu, Bandung terkenal dengan keindahan alam dan kesejukan udaranya. Suasana itu sangat disenangi oleh orang-orang kolonial dan karena itulah Bandung dikenal sebagai Kota Paris-nya Pulau Jawa atau “Paris van Java”. Tak heran jika banyak orang yang tertarik untuk mengunjungi bahkan tinggal di Kota Bandung.
Seiring berjalannya waktu, Bandung terus berkembang menjadi sebuah kota metropolitan karena jumlah penduduknya terus bertambah hingga menjadi 2.483.977 jiwa (data tahun 2013). Pertambahan jumlah penduduk ini diiringi dengan meningkatnya pembangunan di Kota Bandung. Sayangnya, ada beberapa wilayah di Bandung yang pembangunannya tidak tertata atau bahkan ilegal. Di dekat kampus ITB Ganesha, terdapat area perkampungan yang terbilang agak kumuh di daerah Tamansari dan Plesiran. Perkampungan ini terlihat dari atas jembatan layang Pasupati. Di wilayah Bandung Utara, pembangunan berlangsung tidak terkendali dan cenderung ilegal. Wilayah Bandung Utara yang dulu banyak ditutupi oleh hutan lindung, sekarang telah tergantikan oleh banyak bangunan. Saat ini, terdapat banyak hotel, villa, bahkan apartemen yang bertengger di wilayah Bandung Utara. Daerah Dago Pakar saat ini telah digunduli dan disiapkan sebagai wilayah kaum elit yang terdiri atas perumahan, komplek villa, dan tempat rekreasi.
Perubahan lingkungan yang selanjutnya terlihat di Kota Bandung adalah kondisi sungai Cikapundung yang kotor dan banyak terdapat sampah. Hal ini tergolong tak lazim untuk sungai yang terletak di dataran tinggi. Biasanya, sungai yang berada di dataran tinggi cenderung masih bersih. Bahkan, kondisi Sungai Cikapundung di bagian Curug Dago telah tercemar. Dari Bandung Utara hingga Bandung Tengah, bantaran Sungai Cikapundung banyak dipenuhi oleh bangunan yang menyebabkan terjadinya penyempitan sungai.
Beberapa daerah di Kota Bandung memiliki sistem drainase yang buruk. Hal itu diperparah lagi dengan berkurangnya luas daerah Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Bandung. Salah satu dampak yang terlihat dari kondisi tersebut adalah meningkatnya surface runoff. Fenomena ini dapat terlihat dengan jelas di sepanjang Jalan Ir. H. Juanda di daerah Dago (Bandung Utara) jika terjadi hujan deras. Jalan ini dapat berubah menjadi “sungai kecil” ketika terjadi hujan deras karena banyaknya air yang meluap dari dalam selokan dan sungai.
Jumlah penduduk Bandung yang kian meningkat berdampak pada meningkatnya mobilitas yang terjadi di Kota Bandung. Selama ini, masih banyak penduduk Bandung yang menggunakan kendaraan pribadi karena masih kurang baiknya angkutan umum. Tidak hanya dari penduduk asli Bandung, mobilitas yang tinggi di Kota Bandung juga disumbang oleh kendaraan pribadi dari Jakarta, terutama pada akhir pekan. Tak heran jika polusi udara di Kota Bandung terus meningkat. Kondisi ini diperparah oleh faktor alam berupa topografi wilayah Bandung yang berbentuk cekungan. Topografi cekungan ini akan cenderung menghambat pertukaran udara dan mengurung polutan udara. Bukti adanya penumpukan polutan udara di Kota Bandung bisa terlihat dari daerah Dago Pakar dan jembatan layang Pasupati. Dari daerah Dago Pakar dapat terlihat adanya haze yang menutupi wilayah cekungan Bandung. Haze ini juga dapat terlihat dari atas jembatan layang Pasupati. Keberadaan haze menyebabkan berkurangnya visibilitas/jarak pandang. Karena adanya haze ini, gedung-gedung tinggi yang jaraknya tidak terlalu jauh dari pengamat terlihat agak kabur.

Pada siang hari yang cerah, suhu udara di Kota Bandung cenderung panas, terutama di daerah yang jarang pepohonan. Meski demikian, pada musim hujan suhu udara di Kota Bandung cenderung normal. Pada musim kemarau, suhu udara di Kota Bandung pada siang hari tak jarang mencapai 300C atau lebih. Bahkan, menurut data dari BMKG, suhu udara di Kota Bandung pernah mencapai 350C pada abad ke-21 ini. Penyebab dari memanasnya cuaca di Kota Bandung adalah Urban Heat Island. Fenomena Urban Heat Island di Kota Bandung disebabkan oleh bertambahnya jumlah bangunan, bertambahnya jumlah gedung tinggi, berkurangnya luas daerah RTH, dan meningkatnya albedo permukaan. Salah satu dampak dari memanasnya suhu udara di Kota Bandung adalah berkurangnya frekuensi terjadinya kabut di Kota Bandung. Pada zaman dahulu, kabut merupakan fenomena yang sering terjadi di Bandung, tak terkecuali di area Kampus ITB Ganesha. Berbeda dengan dahulu, sekitar 30 tahun yang lalu, kini di Bandung sudah sangat jarang terjadi kabut di pagi hari.