Wednesday 15 April 2015

PERMASALAHAN LINGKUNGAN DI BANDUNG


Sebagai kota besar, Bandung tidak terlepas dari berbagai macam permasalahan lingkungan. Masalah-masalah tersebut dapat dibagi menjadi 5 golongan, antara lain sampah, polusi udara, limbah, alih fungsi lahan, dan urban heat island. Namun, hanya ada 3 masalah yang dibahas di esai ini, antara lain sampah, polusi udara, dan alih fungsi lahan.
Sampah merupakan permasalahan paling klasik di Bandung. Penumpukan sampah di beberapa sudut Kota Bandung sudah menjadi pemandangan sehari-hari. Bandung yang dulu dijuluki “Kota Kembang” kini telah menjelma menjadi kota yang penuh sampah. Statistik menunjukkan bahwa Kota Bandung setiap harinya menghasilkan sampah sebanyak 8.418 m3 dan hanya bisa diolah sekitar 65 %. Akibatnya, penumpukan sampah tidak dapat dihindari. Akar permasalahan dari penumpukan sampah ini berasal dari gaya hidup masyarakat dan pengelolaan sampah yang kurang baik. Jika masyarakat semakin konsumtif, maka semakin banyak barang yang akan terbeli dan semakin banyak sampah anorganik yang akan dihasilkan. Selain itu, kesadaran masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya masih kurang. Pengelolaan sampah pun masih terbilang buruk karena hanya mengandalkan TPA (Tempat Pembuangan Akhir) dan kendaraan pengangkut sampah.
Udara Kota Bandung akhir-akhir ini semakin kotor akibat peningkatan aktivitas warga kota menggunakan kendaraan bermotor. Berdasarkan penelitian tahun 2012, hampir sejumlah ruas jalan utama menjadi kawasan dengan tingkat polusi udara tinggi. Di tahun 2013, konsentrasi gas CO di beberapa ruas jalan utama sudah mencapai 11 – 18 ppm yang berarti melewati ambang batas 9 ppm. Akibatnya, semakin banyak warga Kota Bandung yang mengalami gangguan pernapasan dan semakin sering terjadi hujan asam. Akar permasalahan polusi udara di Kota Bandung berasal dari mobilitas kendaraan bermotor yang tinggi dan topografi wilayah Bandung. Mobilitas yang tinggi terjadi karena masih rendahnya kesadaran masyarakat menggunakan angkutan umum dan tata ruang kota yang kurang baik. Topografi wilayah Bandung yang berbentuk cekungan juga memperparah penumpukan polusi udara karena bentuk topografi seperti itu akan menghambat sirkulasi udara dan cenderung membuat polusi udara terperangkap.
Alih fungsi lahan mulai marak terlihat di kawasan Bandung Utara. Kawasan yang menjadi lahan konservasi resapan air itu kini telah beralih menjadi tempat berdirinya sejumlah hotel, apartemen, villa, resort, bahkan perumahan elit. Padahal daerah tersebut memiliki fungsi sebagai wilayah tangkapan di daerah hulu, dan menjadi daerah yang dapat menghasilkan air tanah, dimana 60 % cadangan air tanah dihasilkan oleh daerah tersebut. Dampak buruk yang sudah terlihat akibat alih fungsi lahan tersebut adalah semakin sering terjadinya longsor di wilayah Bandung Utara. Berkurangnya luas lahan resapan air di Bandung Utara juga akan mengurangi suplai air tanah di wilayah Bandung. Para ahli memperkirakan bahwa pada 10 – 20 tahun mendatang, wilayah Bandung terancam krisis air. Menurut para pakar lingkungan, untuk memulihkan kembali kondisi air kota Bandung butuh waktu 25 tahun. Dengan catatan, apabila masyarakat mendukungnya dengan cara menghemat air, rehabilitasi hutan, pengelolaan kualitas air tanah dan sungai secara benar.