Sunday 12 October 2014

Cuaca Ekstrim di Indonesia



Kekeringan
Kekeringan seringkali terjadi di banyak wilayah di Indonesia terutama pada musim kemarau. Saat ini sebagian besar Nusa Tenggara Timur dan Sukabumi, Jawa Barat sedang dilanda kekeringan. Apakah penyebabnya? Kekeringan dapat disebabkan oleh terjadinya pergeseran daerah aliran sungai atau DAS utamanya di wilayah hulu. Hal ini membuat lahan beralih fungsi, dari vegetasi menjadi non-vegetasi. Efek dari perubahan ini adalah sistem resapan air di atan yang menjadi kacau dan akhirnya menyebabkan kekeringan. Selain itu, juga karena adanya kerusakan hidrologis wilayah hulu sehingga waduk dan juga saluran irigasi diisi oleh sedimen. Hal ini kemudian menjadikan kapasitas dan daya tamping menjadi drop. Cadangan air yang kurang akan memicu kekeringan parah saat musim kemarau tiba.
Selain faktor-faktor di atas, tak dapat dipungkiri bahwa letak geografis Indonesia yang diapit dua benua, dua samudera serta terletak di sepanjang garis khatulistiwa mempengaruhi. Fakta geografis wilayah ini membuat Indonesia rentan terhadap gejala kekeringan sebab iklim yang berlaku di wilayah tropis memang monsoon yang diketahui sangat sensitive terhadap perubahan ENSO atau El-Nino Southern Oscilation. ENSO inilah yang menjadi penyebab utama kekeringan yang muncul apabila suhu di permukaan laut pasifik equator tepatnya di bagian tengah sampai bagian timur (termasuk Indonesia) mengalami peningkatan suhu.

Puting Beliung
Angin puting beliung merupakan sebutan lokal untuk tornado berskala kecil yaitu skala F0 – F1 skala Fujita yang terjadi di Indonesia. Putting beliung memiliki nama yang berbeda di masing-masing daerah, dan angin ini cukup sering terjadi, biasanya berupa angin yang sangat kencang berupa pusaran. Kejadian bencana angin puting beliung yang baru-baru ini terjadi adalah pada tanggal 25 September 2014 kemarin di Kuala Begumis, Langkat, Sumatera Utara yang mengakibatkan 15 rumah rusak berat dan puluhan lainnya mengalami kerusakan ringan.

Siklon Tropis
Menurut klimatologinya, wilayah Indonesia yang terletak di sekitar garis katulistiwa termasuk wilayah yang tidak dilalui oleh lintasan siklon tropis. Namun demikian, karena ukurannya yang sangat besar serta angin kencang dan gumpalan awan yang dimilikinya, siklon tropis menimbulkan dampak yang besar pada daerah di sekitar  tempat-tempat yang dilaluinya terutama yang terbentuk di sekitar Pasifik Barat Laut, Samudra Hindia Tenggara dan sekitar Australia akan mempengaruhi pembentukan pola cuaca di Indonesia.
Dampak langsung yang ditimbulkan oleh siklon tropis terdapat daerah-daerah yang dilaluinya dapat berupa gelombang tinggi, gelombang badai atau storm surge yang berupa naiknya tinggi muka laut seperti air pasang tinggi yang datang tiba-tiba, hujan deras serta angin kencang. Contoh ketika suatu wilayah di Indonesia mengalami dampak langsung keberadaan siklon tropis adalah ketika terjadi peristiwa langka yaitu tumbuh siklon tropis Kirrily di atas Kepulauan Kai, Laut Banda, pada 27 April 2009. Kirrily menyebabkan hujan lebat dan storm surge di wilayah ini. Tercatat puluhan rumah rusak dan puluhan lainnya terendam, jalan raya rusak, dan gelombang tinggi terjadi dari 26 hingga 29 April. Curah hujan tercatat per 24 jam yang tercatat adalah di Tual adalah sebanyak 20mm, 92mm dan 193mm, masing-masing untuk tanggal 27, 28 dan 29 April 2009.
Dampak tidak langsung yang terjadi dapat berupa daerah perumpunan angin. Siklon tropis yang terbentuk di sekitar perairan sebelah utara maupun sebelah barat Australia seringkali mengakibatkan terbentuknya daerah pumpunan angin di sekitar Jawa atau Laut Jawa, NTB, NTT, Laut Banda, Laut Timor, hingga Laut Arafuru. Pumpunan angin inilah yang mengakibatkan terbentuknya lebih banyak awan-awan konvektif penyeab hujan lebat di daerah tersebut. Dilihat dari citra satelit, daerah pumpunan angin terlihat sebagai daerah memanjang yang penuh dengan awan tebal yang terhubung dengan perawanan siklon tropis, sehingga terlihat seolah-olah siklon tropis tersebut mempunyai ekor. Itulah sebabnya daerah pumpunan angin ini seringkali disebut sebagai ekor siklon tropis.
Contoh kasus ketika Indonesia terkena ekor siklon tropis adalah pada saat terjadi siklon tropis George (2 Maret 2007) yang mengakibatkan adanya daerah pumpunan angin yang memanjang dari Jawa TImur hingga ke Nusa Tenggara Timur. Curah hujan yang tercatat pada saat itu di Ruteng, Waingapu, Rote, Kupang berturut-turut adalah sebanyak 172 mm, 52 mm, 78 mm, 73 mm. Daerah pumpunan angin yang terbentuk oleh Siklon George (2007), membentuk ekor siklon yang menambah intensitas hujan di Jawa Timur hingga NTT.
Selain itu, ada juga dampak berupa daerah belokan angin. Adanya siklon tropis di perairan Samudra Hindia Tenggara kadangkala menyebabkan terbentuknya daerah belokan angin di sekitar Sumatra bagian Selatan atau Jawa bagian Barat. Daerah belokan angin ini juga dapat mengakibatkan terbentuknya lebih banyak awan-awan konvektif penyebab hujan lebat di daerah tersebut.
Dampak tidak langsung lainnya yakni berupa daerah defisit kelembaban. Bersamaan dengan adanya siklon tropis di perairan sebelah utara Sulawesi atau di Laut Cina Selatan seringkali teramati bersamaan dengan berkurangnya curah hujan di wilayah Sulawesi bagian utara atau Kalimantan. Meskipun belum ada penelitian lebih lanjut, namun ditengarai bahwa fenomena ini disebabkan karena siklon tropis tersebut menyerap persediaan udara lembab yang terdapat dalam radius tertentu di sekitarnya, termasuk yang terkandung di atmosfer di atas Kalimantan dan Sulawesi bagian utara sehingga di wilayah ini justru udaranya kering dan kondisi cuacanya cenderung cerah tak berawan.


Dampak lainnya terutama dari siklon tropis di Timur Filipina, menyebabkan sebagian besar wilayah di Sulawesi Utara (Sulut). Gelombang tinggi di perairan mencapai 3 meter disertai hujan, dari intensitas sedang sampai dengan lebat yang menyebabkan sering terjadi banjir.